Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 1 - Gemilang Sehat
Cloud 2 - Gemilang Sehat

Era Baru Pendidikan Seksual dan Reproduksi itu Bernama SETARA

Modul SETARA 2
Modul SETARA 3
Cover Cerita Perubahan Setara Icon 1 2 - Gemilang Sehat
Cover Cerita Perubahan Setara - Icon 3
Cover Cerita Perubahan Setara - Icon 2
Basketball - Gemilang Sehat
Basketball - Gemilang Sehat
Greenery - Gemilang Sehat
Paperclip

Pendidikan Kesehatan Reproduksi di era kiwari seharusnya lebih ramah isu pubertas agar mudah dicerna dan memicu diskusi antar aktor. Sebab begitulah remaja membaca informasi dan mengamalkannya, bentuk-bentuk edukasi usang yang menyeramkan, tak lagi relevan diterapkan.

Model Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS) dengan aksi ancaman dan menakut-nakuti tak lantas membuat remaja menghindari perilaku-perilaku seksual berisiko. Yang terjadi justru sebaliknya, informasi yang tidak komprehensif memicu peningkatan angka perkawinan anak, aborsi, serta kekerasan seksual.

Di Indonesia, kasus pernikahan anak memegang angka tertinggi kedua di ASEAN dan sepuluh besar di dunia. Setidaknya menurut laporan Badan Pusat Statistik tahun 2019 1 dari 9 perempuan Indonesia berusia 20-24 tahun menikah saat berusia di bawah 18 tahun (BPS).

-18

Icon Eva - Gemilang Sehat

63%

Perempuan Menikah - Gemilang Sehat

Data lain dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)² memuat profil kesehatan seksual dan reproduksi 2021 menyebut persentase perempuan Indonesia yang menikah sebelum umur 18 tahun mencapai 16,3%.

Saat ini lima provinsi yang mencatatkan angka perkawinan anak tertinggi adalah Sulawesi Barat (34,22 persen), Kalimantan Selatan (33,68 persen), Kalimantan Tengah (33,56 persen), Kalimantan Barat (32,21 persen), serta Sulawesi Tengah (31,91 persen).

Pubertas tanpa kesadaran kespro yang ideal turut membuka peluang kehamilan tidak diinginkan (KTD).

Setiap tahun diperkirakan 23 juta remaja hamil membuka lubang kematian bagi ibu–atau lebih tepat kita sebut anak perempuan–berusia 15-19 tahun. Keterbatasan informasi juga menjadi pangkal dari 35 persen kasus HIV/AIDS pada remaja, plus 2 juta kasus aborsi per tahun.

Usia
15 - 19 Tahun

35% Kasus
HIV/AIDS

2 Juta Kasus
Aborsi

Ni Luh Eka Purni Astiti

“PKRS kita selama ini itu cenderung memberi info menakutkan, fokus pada sebab akibat buruk. ‘Kalau kamu begini, masa depanmu suram’. Sementara bahasannya terbatas pada aspek biologi saja,” ungkap Ni Luh Eka Purni Astiti, Direktur Eksekutif Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Bali saat kami minta membuat gambaran singkat.

Yang dimaksud aspek biologi oleh Eka adalah informasi semacam cara-cara penularan pada HIV atau proses terjadinya kehamilan. Di Bali, wilayah yang bisa dikategorikan sebagai perkotaan, menurut Eka, punya masalah PKRS yang rumit.

Tak perlu bicara ketabuan, sebab masalah itu pasti terjadi di semua wilayah Indonesia, apalagi di daerah pedesaan. PKRS di Indonesia juga belum masuk kurikulum tetap di sekolah-sekolah, sehingga menyulitkan guru serta fasilitator untuk memberikan materi.

Sosialisasi singkat dalam hitungan hari rasanya tak cukup membekali remaja tentang PKRS yang komprehensif. “Kita harus putar otak untuk memberikan PKRS. Memang kepala sekolah berkomitmen meluangkan waktu, tapi kan beban kurikulum juga banyak,” lanjut Eka.

Kami kemudian mengajak Ayi Erdian dari Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta untuk masuk membicarakan masalah ini. Sama seperti Eka, Ayi merupakan pendidik sebaya PKRS remaja, khususnya di beberapa sekolah wilayah Jakarta Timur. Kerja mereka memberikan pelatihan PKRS kepada guru serta remaja di sekolah.
Bagi Ayi cerita dari Eka cukup menggambarkan keadaan PKRS di Jakarta. Malah, informasi remaja ibukota negara kita ini tak lebih baik dibanding Bali. Masalahnya Bali sudah lebih dulu memiliki program pencegahan dan penanganan HIV, sebab merunut sejarah wilayah ini menjadi asal mula kasus HIV di Indonesia.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Wah di sekolah satu kecamatan saja, informasi kesehatan reproduksinya (kespro) bisa timpang. Itu tergantung lingkungan, jangan dilihat ‘Jakartanya’ karena banyak daerah di Jakarta juga masih terpinggirkan,” ujar Ayi.

Memulai Cerita
Perubahan dari Titik Nol

Jika boleh dirunut akar masalah dari ketimpangan dan minimnya informasi kespro di Indonesia adalah:

"KETABUAN"

Kita terlalu lama–secara turun temurun–menutup seksualitas dengan tembok tinggi dan tebal, sehingga rasanya ia menjadi hal yang asing dalam keseharian kita.

Banyak orang–terutama generasi boomers–enggan ketika harus membicarakan masalah seksual dan reproduksi karena menganggap hal tersebut jorok dan saru. Di sisi lain rasa penasaran pada anak-anak mereka kian memuncak, seiring perkembangan internet yang makin digdaya.

Pengajar
PKRS
Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Saat ini isunya makin marak. Kekerasan seksual banyak terjadi di institusi pendidikan,” tambah Ely Sawitri, Program Monitoring and Evaluation Rutgers Indonesia. Rutgers merupakan organisasi yang berjuang di isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS).

Sekiranya di tahun 2012, Rutgers mulai menyadari perlu ada perubahan mendasar dalam sistem PKRS di Indonesia. Rutgers lalu meluncurkan modul pendidikan kespro bernama “SETARA” akronim dari Semangat Dunia Remaja. Butuh waktu 15 tahun bagi Rutgers berproses untuk mengembangkan modul agar sesuai dengan dinamika kebutuhan remaja.

Modul SETARA 2
SETARA Guru Kelas 7 Edisi 2
Modul SETARA 1
Modul SETARA 3

SETARA menjadi cikal bakal perjalanan PKRS positif tanpa adanya tabu moralitas. Ia juga menjadi pencetus perlindungan hukum tentang pencegahan perkawinan anak di beberapa wilayah Indonesia. Modul pendidikan kespro ini semacam petunjuk jalan bagi kemudi PKRS yang hilang kendali.
Mungkin Anda bertanya-tanya, kenapa bisa selama itu, dan apakah hasilnya sepadan?

Tak sembarang membikin buku pedoman, Rutgers mengadopsi pendidikan kespro Rutgers Belanda yang telah sesuai Pedoman Teknis Pendidikan Seksual Internasional (ITGSE). Pedoman internasional ini terstandarisasi Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

Edisi pertama muncul di tahun 2012, berisi berbagai macam topik terkait kespro, pengelolaan emosi, relasi, serta kepercayaan diri remaja. Kemudian pada tahun 2017-2018 modul ini direvisi, beberapa kontennya menyesuaikan dengan perkembangan dan “budaya” di Indonesia.
Program SETARA memiliki modul edukasi dalam dua versi: guru dan siswa. Pemisahan modul memungkinkan kedua belah pihak sama-sama belajar kespro menggunakan perspektif masing-masing. SETARA lahir menjadi pionir PKRS di Indonesia yang komprehensif.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Di sisi lain orang tua juga diberikan pendidikan yang sama agar informasinya tidak timpang. Sekolah memperkenalkan SETARA saat masa orientasi atau pengambilan rapot,” lanjut Ely.

Namun cerita perubahan ini diukir dengan tidak mulus belaka. Rutgers harus melewati batu sandungan dan kerikil-kerikil tajam selama implementasi program. Ely mengisahkan bagaimana salah satu daerah percontohan menyensor istilah genital seperti penis dan vagina dengan isolasi.

Kemudian ada penolakan pada topik-topik tertentu seperti pengenalan relasi, spektrum gender, dan ilustrasi-ilustrasi yang memperlihatkan perubahan bentuk tubuh menjelang remaja.

Cerita serupa juga memenuhi ruang edukasi lain yang digagas Rutgers seperti dalam program Power to You(th). Program ini lebih fokus pada pemberdayaan remaja perempuan berusia 12-24 tahun pada tingkat komunitas. Mereka diberi bekal pada level pengetahuan Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), perkawinan anak, kehamilan tidak diinginkan (KTD), sunat perempuan, pemenuhan kontrasepsi, dan kekerasan terhadap perempuan.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Cerita perubahan ini hanya bisa tercapai jika semua aktor terlibat, mulai dari tingkat terkecil di keluarga, desa, aparat, sampai negara. Sinergi ini yang menjadi tantangan,” jelas M. Rey Dwi Pangestu, program manager Power to You(th).

Rutgers menerapkan program Power to You(th) di tiga daerah awal, yakni Jawa Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Ketiga daerah terpilih karena punya faktor pendorong khusus terhadap perkawinan anak. Kemiskinan menjadi alasan utama remaja perempuan terjebak pernikahan anak.

Lain itu, masyarakat Jawa Timur yang kental nilai agamanya kerap salah mengartikan norma pernikahan anak. Mereka menormalisasi pernikahan dini untuk menghindari zina. Hampir mirip dengan Jawa Timur, di Lombok, suku Sasak masih memperbolehkan tradisi merariq kodeq yang memperbolehkan seorang laki-laki membawa lari perempuan untuk dinikahi.

Namun ada persepsi yang salah dalam memahami tradisi ini. Akibat ketidaktahuan atau bahkan unsur kesengajaan, merariq dijadikan dalih adat untuk menikahi perempuan di bawah umur. Padahal cara tersebut justru menyalahi adat karena sejatinya merariq kodek perlu persetujuan antara pihak laki-laki dengan perempuan, juga diawasi ketat oleh tetua adat.

Dalam tradisi merariq, terdapat prosesi memaling atau selarian. Alih-alih “menculik” atau “kawin lari”, memaling diartikan bersembunyi atas dasar kesepakatan antara orang tua perempuan dengan anaknya yang telah cukup umur. Dalam prosesi ini calon mempelai laki-laki wajib membawa keluarga perempuannya untuk menemani calon mempelai perempuan.

Dari segi umur, laki-laki harus sudah mempunyai 25 ekor kerbau atau sapi, sementara perempuan mampu memintal kapas menjadi benang, ditenun menjadi songket sejumlah 144 lembar, lalu menjualnya. Jika dihitung berdasar usia dewasa, merariq baru bisa dilakukan oleh perempuan berumur 22 tahun ke atas.

star - Gemilang Sehat
Cerita Perubahan
Purple Shadow - Gemilang Sehat
Flower Pot
Cerita Perubahan

Pelan tapi Pasti :
Cerita Perubahan
Melahirkan Remaja
Berdaya

Fase remaja adalah masa peralihan krusial dari kanak-kanak menuju dewasa. Dalam tahap ini remaja mengalami banyak perubahan, termasuk kematangan fisik, mental-emosional, sosial, dan kognitif. Proses pencarian jati diri dan informasi seksualitas dimulai pada titik ini

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Hidup di zaman dulu dan sekarang kultur dan tantangannya beda. Anak sekarang jika tidak diberi tahu dasar yang benar akan berbahaya karena dihujani informasi bertubi-tubi, sementara orang tua tidak bisa mengejar informasi tersebut,” ungkap Siswanto Agus Wilopo, guru besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Perawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM).

Menurut Siswanto, dari seluruh informasi tidak resmi yang diterima remaja tentang seksualitas, sebanyak 75 persen kebenarannya tak bisa dipertanggungjawabkan. Remaja butuh edukasi yang komprehensif sebagai pegangan dalam mengambil keputusan tentang seksualitas mereka.

Idealnya PKRS diberikan sejak anak duduk di bangku sekolah dasar–tentunya menyesuaikan kurikulum pada tingkat umur tersebut–sebab permasalahan kespro mulai muncul pada periode remaja awal. Pada laki-laki terjadi perubahan bentuk tubuh, sementara perempuan ditambah dengan siklus menstruasi.

Tanpa bekal PKRS yang cukup, remaja–anak-anak yang baru saja diposisikan menjadi dewasa—bisa kebingungan dan terjerumus dalam informasi menyesatkan. Implementasi SETARA sebagai modul PKRS di tingkat pendidikan menengah awal dan atas ternyata terbukti mampu mencegah hal-hal semacam ini.

Kondisi tersebut tergambar dalam survei yang sengaja dibuat untuk mengukur perubahan perspektif remaja setelah implementasi SETARA, yakni Global Early Adolescent Study (GEAS). GEAS pertama diluncurkan pada tahun 2018 dan kembali dievaluasi pada tahun 2021 kemarin.

Data studi GEAS dikumpulkan dari tiga daerah, yakni Denpasar, Semarang, dan Bandar Lampung–daerah yang juga menjadi sampel cerita perubahan. Tiga lokasi penelitian tersebut diambil sebagai contoh lantaran memiliki latar belakang budaya-agama yang berbeda.

Islam yang lebih konservatif diwakili oleh daerah Bandar Lampung di Sumatera, kemudian budaya Hindu yang lebih terbuka terdapat di Denpasar, Bali. Keduanya dibandingkan dengan daerah Semarang, Jawa yang lebih general, termasuk dalam sisi globalisasi media cetak, elektronik, media sosial, serta pariwisata dan kontak dengan budaya non-asli.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Perubahan yang paling terlihat di GEAS adalah perspektif remaja menjadi lebih positif dalam literasi dan komunikasi HKSR. Mereka lebih berani dan terbuka bicara kehamilan atau membahas soal HIV,” ungkap Anggriyani Wahyu Pinandari, koordinator studi GEAS sekaligus peneliti dari Pusat Kesehatan Reproduksi UGM.

Selain itu, para remaja juga memiliki kenaikan skor dalam melihat perubahan tubuh dan pubertas, perilaku seksual dan asmara, serta menekan perundungan. Singkatnya, penerapan modul SETARA telah berhasil mendobrak tabu seksualitas pada remaja.

Jika boleh mengutip pernyataan Eka, di Bali, contoh konkret cerita perubahan tercermin dari kesadaran remaja terhadap layanan Penyuluhan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR). Program PKPR di Puskesmas bertujuan untuk memberi konseling berbagai masalah kesehatan kepada remaja.

Sebelum SETARA diterapkan, tak ada remaja yang datang ke PKPR atas inisiatif pribadi. Perekaman di beberapa puskesmas di Denpasar menyebut nol akses pada layanan. PKPR hanya diakses ketika ada remaja yang datang ke puskesmas dengan tujuan berobat, lalu ditawari layanan tersebut.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Setelah kita promosi (SETARA). Ya bisa dibilang peningkatannya 100 persen,” kata Eka.

Kini para remaja tidak cuma mengenal aspek biologi saja, seperti informasi cara penularan pada HIV atau proses terjadinya kehamilan. Tapi mereka turut memahami spektrum kespro lebih luas, misalnya tentang keberagaman seksualitas, relasi sehat, mengenal emosi, dan kesehatan mental.

Beriringan dengan SETARA, program di tingkat komunitas seperti pada program Power to You(th)–meski tidak memiliki studi khusus yang mengukur perubahan layaknya SETARA dengan GEAS–turut berkontribusi pada cerita perubahan.

Kata Rey, remaja perempuan telah bertransformasi menjadi garda terdepan perubahan ketika misalnya mendapati pernikahan anak di lingkungan mereka.

Kemudian para pemangku kepentingan di atasnya turut menentang praktik-praktik tersebut.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Mereka jadi lebih aware ketika temannya berhenti sekolah karena dinikahkan. Mereka sadar bahwa ini harus dicegah, sehingga melapor ke guru SETARA atau pendidik sebaya,” lanjut Rey.

Setelah itu simulasinya berlanjut pada perundingan antara Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) kepolisian, kepala dusun, dan tokoh adat dengan orang tua korban pernikahan anak. Di tingkat sekolah, para guru di Lombok Barat juga berinisiatif untuk menyediakan pembalut sebagai pemenuhan hak kespro remaja perempuan.

Lalu bagaimana dengan cerita perubahan di tingkat kebijakan?

Benar bahwa tak semua remaja di Indonesia dapat merasakan cerita perubahan, sebab program SETARA memang belum diadopsi di semua wilayah Indonesia. Plus tidak masuk dalam kurikulum tetap, sehingga guru harus mencuri-curi waktu untuk memberikan materi SETARA.
Kami kemudian bertanya kepada Siswanto terkait peluang perubahan yang lebih luas pada tingkat nasional. Katanya hasil studi GEAS telah menjadi dasar advokasi lima kementerian, khususnya Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi untuk menyusun modul PKRS nasional.

Rencananya modul PKRS nasional ini akan berkiblat pada SETARA dan disebarkan di lebih 200 kabupaten/kota. Tak luput, pemerintah juga akan memberikan pembekalan PKRS kepada 5000 guru secara bertahap hingga tahun 2025.

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) eks Rutgers Indonesia

“Jadi hasil GEAS sudah mempengaruhi penentu kebijakan, kita tinggal bersabar dan evaluasi. Ke depannya akan ada lebih banyak siswa dan sekolah yang menerima PKRS komprehensif,” kata Siswanto menaruh harapan.

Sampai saat itu tiba kita bisa memulai cerita perubahan dari titik terkecil: sekolah dan keluarga. Dan Rutgers telah mengawalinya dengan SETARA. Sebab keengganan membicarakan seksualitas hanya membiarkan remaja berjalan di lorong gelap.

Copyrights © Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Diterbitkan: 

3 Juni 2022
Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.