Pak Sumanto, seorang ayah sederhana yang bekerja sebagai satpam, awalnya tidak mengerti mengapa putrinya, Sari, begitu tertarik pada program CIKAL. Ketika pertama kali mendengar bahwa anaknya akan terlibat dalam isu-isu kesehatan seksual dan reproduksi, pikirannya penuh dengan pertanyaan dan kekhawatiran. Bagaimana mungkin seorang remaja perempuan membahas hal-hal yang selama ini dianggap tabu? Apa manfaatnya? Apakah ini akan membawa dampak buruk bagi masa depan Sari?
Namun, satu hal yang selalu diajarkan Pak Sumanto kepada anak-anaknya adalah pentingnya menambah wawasan. Meskipun ia sendiri tidak paham banyak tentang topik yang dibahas dalam program itu, ia tetap membiarkan Sari berproses.
“Yang penting positif,” katanya. “Daripada main HP terus, kan lebih baik dia belajar sesuatu yang baru.”
Perubahan yang Tidak Disangka
Seiring waktu, Sari semakin aktif dalam kegiatan CIKAL. Ia sering bepergian ke berbagai kota antara lain ke Medan, Bogor, bahkan ke Jakarta, untuk mengikuti pelatihan dan berdiskusi dengan remaja lain tentang hak kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR).
Pak Sumanto mulai menyadari bahwa anaknya mengalami perubahan besar. Sari yang dulu pemalu kini lebih percaya diri berbicara di depan banyak orang. Ia sering berbagi ilmu dengan teman-temannya di kampung, bahkan berani menjadi MC dalam acara pengajian di masjid. Pak Sumanto tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya.
“Awalnya dia malu-malu, tapi sekarang sudah berani berbicara. Dia juga sering mengajari adik-adiknya di desa,” katanya.
Perubahan ini tidak hanya mengubah Sari, tapi juga membuka wawasan Pak Sumanto tentang betapa pentingnya pendidikan bagi anak perempuan.
Pelajaran untuk Seorang Ayah
Sari tidak hanya belajar dari CIKAL, ia juga mengajarkan banyak hal kepada ayahnya. Pak Sumanto yang dulu menganggap pendidikan seksual sebagai hal yang tabu, kini melihatnya sebagai sesuatu yang sangat penting. Ia sadar bahwa ketidaktahuan bisa berakibat fatal bagi masa depan anak-anak.
“Banyak kejadian di berita, anak-anak yang tidak tahu risikonya malah jadi korban,” ujarnya. “Lebih baik mereka tahu dari sekarang, supaya bisa menjaga diri.”
Dari seorang ayah yang awalnya penuh keraguan, Pak Sumanto kini menjadi pendukung utama anaknya. Ia bahkan mendorong orang tua lain untuk lebih terbuka terhadap anak-anak mereka.
“Jangan dianggap tabu, karena ini ilmu yang penting untuk masa depan mereka,” pesannya kepada para orang tua lainnya.
Harapan untuk Masa Depan
Kini, Pak Sumanto tidak lagi ragu-ragu ketika Sari berkata ingin mengikuti kegiatan baru. Ia bahkan dengan bangga mengurus izin di sekolah setiap kali anaknya harus pergi untuk pelatihan atau seminar. Baginya, Sari bukan hanya seorang anak, ia adalah bagian dari perubahan besar yang sedang terjadi.
“Saya harap, semakin banyak orang tua yang paham seperti saya. Biar anak-anak kita bisa tumbuh dengan ilmu dan kesadaran yang lebih baik,” ucapnya penuh harap.
Dari seorang ayah yang ragu, Pak Sumanto telah menjadi bagian dari perubahan. Ia belajar bahwa menjadi orang tua bukan hanya tentang memberi makan dan tempat tinggal, tapi juga tentang mendukung anak-anak untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.
Perubahan besar yang dialami Sari dan Pak Sumanto tidak lepas dari peran YGSI melalui dukungan program Right Here Right Now2 (RHRN2). Melalui kolaborasi dengan mitra seperti CIKAL, YGSI telah membuka ruang aman dan edukatif bagi remaja untuk memahami dan memperjuangkan hak-hak kesehatan seksual dan reproduksi mereka. Program ini tidak hanya berdampak pada remaja seperti Sari, tetapi juga menyentuh para orang tua, guru, dan komunitas yang terlibat. Dukungan yang menyeluruh inilah yang mendorong terjadinya transformasi sosial, dari tabu menjadi terbuka, dari ragu menjadi restu. (*)








