Dulu aku pikir membicarakan HKSR itu tabu. Sekarang aku ingin memastikan teman-temanku mendapatkan informasi yang benar dan perlindungan yang layak. Kalo bukan kita yang bersuara, siapa lagi? – Qomar, anggota CIKAL, Langkat, Sumatera Utara.
Dengan dukungan program PtY dan RHRN2, kami menempatkan orang muda sebagai pusat dari perubahan sosial. Di berbagai wilayah, kami mengawal ruang-ruang orang muda, seperti CIKAL di Langkat; Forum Anak Desa (FAD) di Lombok, Jember, dan Bondowoso; Forum Komunikasi Remaja Desa (FKRD) di Garut; serta kader muda Pusat Layanan Komunitas (PLK) di Indramayu.
Mereka kini aktif di lingkungannya dalam mempromosikan HKSR, pencegahan KBGS, Posyandu Remaja (Posrem), hingga menjadi penghubung antara remaja dan tokoh masyarakat. “Dulu aku pikir membicarakan HKSR itu tabu. Sekarang aku ingin memastikan teman-temanku mendapatkan informasi yang benar dan perlindungan yang layak. Kalo bukan kita yang bersuara, siapa lagi?” – Qomar, anggota CIKAL, Langkat, Sumatera Utara.
Mereka juga seringkali dilibatkan dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), termasuk untuk mengelola dana desa untuk kegiatan-kegiatan mereka. “Kalau anak muda diberi ruang dan anggaran, mereka bisa menunjukkan perubahan nyata,” – Suwanto, Kepala Desa Tugu, Langkat, Sumatera Utara.
Di lingkungan sekolah, kami juga mendorong pembentukan Peer Educator (PE) melalui Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas (PKRS). Keberadaan PE tidak hanya menciptakan ekosistem sekolah yang lebih terbuka dan inklusif, tetapi juga meningkatkan kepercayaan diri siswa serta keberanian mereka untuk melaporkan kasus-kasus bullying dan kekerasan lainnya di sekolah.
“Aku tadinya pemalu banget, nggak pernah ngomong keras. Tapi karena PKRS, aku jadi ngerti tubuhku, ngerti emosiku, dan mulai percaya diri. Sekarang aku bisa berdiri di depan teman-teman dan ngomong.” – Maulidha, siswa SMPN 1 Sindang, Indramayu, Jawa Barat.









