Lima tahun perjalanan Program PtY memberi pelajaran berharga bahwa perubahan nyata dapat lahir dari tangan dan suara anak muda sendiri. Dengan kreativitas mereka, isu-isu yang kerap dianggap tabu dapat dikomunikasikan secara kontekstual melalui budaya lokal. Di Lombok, kampanye pencegahan perkawinan anak dilakukan melalui wayang botol; di Garut, seni dan forum remaja desa menjadi sarana edukasi; sementara di Jember, tradisi nadzom di pesantren dihidupkan kembali untuk mengajarkan para santri tentang risiko perkawinan usia dini dan pentingnya kesetaraan gender. Pendekatan ini menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat menjadi pintu masuk efektif untuk membicarakan isu-isu sensitif.
Perubahan juga semakin kuat dengan hadirnya pemuka adat, tokoh agama, dan pemimpin masyarakat yang berperan sebagai sekutu penting dalam pencegahan perkawinan anak di wilayah-wilayah intervensi. Dukungan mereka memperkuat legitimasi ii
gerakan anak muda sekaligus menggeser norma sosial membahayakan yang telah lama mengakar. Sejalan dengan itu, organisasi masyarakat sipil (OMS) lokal yang menjadi mitra PtY tumbuh lebih tangguh dan mampu memainkan peran strategis dalam pendampingan dan advokasi.

