Bagikan Artikel ini
SobatASK - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Kamu Gak Sendirian!

Chosen Family: Keluarga yang Menerima Aku Apa Adanya

Pernahkah kamu merasa tidak diterima oleh keluargamu ketika membuka diri kepada mereka, Sobat? Apakah kamu merasa kecewa? Sobat Remaja, perasaan yang muncul pada dirimu valid atau sah saja, lho.

Ketika keluarga tidak menerima identitas diri seorang anak, respon pertama yang muncul dari anak tersebut adalah perasaan ditolak. Ada perasaan kurang, tidak ideal, dan tidak diterima apa adanya yang muncul, kata Anastasia Sari Dewi, S.Psi, M.Psi, seorang Psikolog Klinis Dewasa yang juga merupakan founder Anastasia & Associate.

“Ini yang mungkin pertama kali muncul. Ada kecewa gitu ya,” lanjut Anastasia Sari.

Banyak orang yang merasa kecewa ketika mengalami penolakan, terlebih ketika berasal dari keluarganya sendiri. Hal itu sangat mungkin terjadi karena seorang anak memiliki hubungan yang spesial dengan keluarganya.

Anastasia Sari mengatakan bahwa keluarga merupakan bagian yang penting bagi seorang individu. Keluarga dibutuhkan bagi seorang individu karena manusia membutuhkan perasaan untuk dicintai. 

“Perasaan dicintai itu merupakan salah satu kebutuhan manusia,” kata Anastasia  Sari. 

Kebutuhan untuk dicintai oleh keluarganya juga dirasakan oleh Gianni dan Theo. Mereka mengatakan bahwa mereka ingin diterima apa adanya oleh nuclear family atau keluarga inti mereka. Namun, ketika mendapatkan penolakan atas identitas dirinya, Gianni dan Theo memilih untuk memiliki chosen family atau keluarga terpilih.

Chosen Family 2 - Gemilang Sehat

Sobat Remaja, apakah sudah pernah mendengar konsep chosen family sebelumnya? Berdasarkan SAGE Encyclopedia of Marriage, Family, and Couples Counseling, chosen family merupakan ikatan kekerabatan nonbiologis, baik diakui secara hukum maupun tidak, sengaja dipilih untuk tujuan saling mendukung dan mencintai. Berbeda dengan nuclear family yang biasanya hubungan sedarah yang terdiri dari ibu, ayah dan anak-anak.

Anastasia Sari mengungkapkan bahwa setiap orang memiliki karakteristik dan kepribadian yang berbeda-beda sehingga latar belakang untuk memiliki chosen family bisa beragam. Jika melihat melalui kacamata Hirarki Kebutuhan Maslow, dicintai, rasa aman, dihargai, dan diterima adalah sebuah kebutuhan bagi manusia. Maka, ketika kebutuhan itu tidak didapatkan melalui keluarga inti, dia akan mencari dari tempat lainnya.

Chosen Family 1 - Gemilang Sehat

“Kalau misalkan dia sudah merasa tidak diterima oleh keluarganya, sehingga dia memilih untuk mencari penerimaan di tempat lain,” tutur Anastasia Sari.

Senada dengan yang diungkapkan Anastasia Sari, Gianni mengatakan bahwa dia tidak mau jika hidupnya terasa palsu. Gianni mengaku bahwa dia sudah lelah untuk terus berpura-pura dan menyembunyikan identitas seksualnya di depan keluarga intinya.

 “(Memiliki) chosen family keputusan yang sudah sangat ideal untuk aku, selain karena aku bisa percaya mereka, tapi mereka juga sudah membantu aku dalam perkembangan fisik dan psikis” Gianni. 

Begitupun Theo, menurutnya chosen family bisa membuat dia terus menjalani hidupnya, “chosen family jadi tempat pemenuhan kebutuhan emosional atau psikologis dan recovery dari kelelahan hidup,” ungkap Theo.

“Kawan-kawan saya, chosen family saya, membantu banyak dalam aspek psikologis saya,” sambung Theo.

Gianni dan Theo memilih siapa saja orang yang bisa mereka anggap sebagai keluarga. Bagi mereka, teman-teman dan orang-orang yang memberikan support atau dukungan kepada mereka sebagai keluarga mereka sendiri. Mereka mengakui bahwa ikatan emosional yang mereka miliki dengan keluarga yang dipilihnya lebih kuat dibandingkan dengan keluarga inti mereka.

“Menentukan chosen family dari jujur dan terbuka dengan mereka. Mereka pun banyak memberikan dampak-dampak yang positif kepada saya,” ungkap Gianni menjawab bagaimana cara dia memilih seseorang sebagai keluarga. 

Bagi Gianni dan Theo, orang-orang yang mereka pilih sebagai keluarga adalah orang-orang yang hadir dan menerima identitas seksual mereka apa adanya.

Menjaga Satu Sama Lain

Saya pernah dikatain orang tua saya,” kenang Theo. Kata-kata itu memberikan luka mendalam pada dirinya. “Mama lebih memilih kamu gak sukses tapi normal daripada kamu banyak pencapaian tapi gay!” ucap Theo mengulang apa yang telah dikatakan ibunya. “Papa taunya kamu sebagai lelaki sejati, bukan yang aneh-aneh,” lanjut Theo.

 “Itu cukup menyakitkan. Akhirnya saya merasa harus menghabiskan energi untuk menghadapi omongan dan tanggapan seperti itu alih-alih mengerjakan hal lain yang padahal lebih produktif,” kata Theo.

Berdasarkan penelitian berjudul LGBT Youth and Family Acceptance, banyak dari kelompok LGBT yang tidak diterima oleh keluarganya. Mereka juga menerima diskriminasi sehingga memiliki kesehatan mental dan kesejahteraan hidup yang buruk.

Institute of Medicine juga menyimpulkan bahwa orang muda LGBT memiliki risiko tinggi untuk memiliki kesehatan mental dan fisik yang buruk dibandingkan dengan heteroseksual (individu yang tertarik secara seksual atau romantis kepada orang-orang dari lawan jenis) dan cisgender (individu yang mengidentifikasi gendernya sesuai dengan jenis kelamin yang ia bawa sejak lahir).

Chosen Family 4 1 - Gemilang Sehat

Hal ini terjadi karena adanya stigma buruk soal LGBT yang berkembang di masyarakat. Hal ini membuat mereka mengalami diskriminasi. Gianni dan Theo adalah dua saksi hidup bagaimana beratnya menjalani hari sebagai minoritas seksual. 

Baik Gianni dan Theo, memiliki cara yang serupa untuk dapat bertahan hidup di tengah kesulitan yang mereka alami. Gianni dan Theo mencari orang-orang yang dapat saling menjaga satu sama lain. 

Gianni misalnya, melalui akun media sosialnya dia membantu teman-teman LGBT untuk mendapatkan pekerjaan agar dapat hidup independen dan terhindar dari kekerasan di sekitarnya.  Ia sering membagikan informasi lowongan kerja, khususnya yang ramah terhadap LGBT. Gianni juga sering berkolaborasi dengan teman-teman LGBT di sekitarnya. Selain untuk dapat saling membantu, dia juga merasa lebih aman dan nyaman.

Theo berusaha untuk saling membantu satu sama lain dengan orang-orang terdekatnya. Seperti Gianni, anggota keluarga terpilih Theo yang berasal dari kelompok minoritas seksual dan juga ally (orang heteroseksual dan cisgender yang mendukung kesetaraan) membuatnya merasa sangat beruntung dan terbantu.

“Keberadaan chosen family itu sering kali sangat membantu karena menjadi peer support. Saya berharap saya bisa memberikan bantuan yang sepadan,” Theo

Chosen Family 5 - Gemilang Sehat

Untuk dapat bertahan hidup dari hari ke hari, Gianni dan Theo merasa chosen family yang mereka miliki cukup bisa diandalkan. Gianni dan Theo merasa bahwa kesempatan yang terbuka berasal dari chosen family, baik dalam urusan berjejaring atau menambah koneksi yang bisa membantu urusan pekerjaan dan perkuliahan hingga tempat tinggal.

Penelitian berjudul “We Just Take Care of Each Other”: Navigating ‘Chosen Family’ in the Context of Health, Illness, and the Mutual Provision of Care amongst Queer and Transgender Young Adults sedikit banyak menggambarkan kehidupan yang juga dimiliki Gianni dan Theo nih Sobat Remaja.

Untuk dapat bertahan hidup dengan segala hambatan yang ada sebagai minoritas seksual, mereka saling mendukung satu sama lainnya untuk dapat meningkatkan kesejahteraan hidup dalam keluarga pilihannya ini. 

Penelitian di atas juga menunjukkan adanya aktivitas saling membantu seperti saling berbagi dan bertukar sumber daya materi yang dibebankan secara etis. Dalam konteks materi, chosen family saling membantu anggota keluarganya untuk mendapatkan tempat tinggal bersama, mobil dan transportasi, hingga pembagian biaya hidup jangka pendek. 

Selain itu anggota keluarga juga saling berbagi sesuai dengan keterampilan dan waktu. Banyak dari mereka yang membantu untuk merawat hewan peliharaan, memasak, dan membersihkan, atau melakukan tugas bermanfaat lainnya untuk menopang pertukaran di dalam keluarga tersebut.

Minoritas seksual juga sering berhadapan dengan hambatan untuk mendapatkan kesejahteraan seperti akses atas hak kesehatan, sehingga ditemukan adanya bantuan advokasi dalam konteks medis hingga mengorganisir seputar kebutuhan kesehatan.

Dampak dari Penolakan

Ketika memutuskan untuk melela atau coming out dengan mengungkapkan identitas seksualnya, Gianni sadar bahwa keluarga intinya  tidak bisa menjadi ruang aman baginya. Ia bersyukur ketika dapat membuat jarak dan tinggal berjauhan.

“Memutuskan berpisah dari rumah sejak lama, ketika saya keterima di Perguruan Tinggi yang berbeda domisili dengan rumah saya. Di sana saya menganggap bahwa diri saya kabur. Itu merupakan titik balik bagi saya,” cerita Gianni. 

Keluarga Gianni sudah tidak baik-baik saja sejak sebelum ia melela, orang tuanya sering melakukan kekerasan baik verbal maupun non-verbal kepada anak-anaknya. Sehingga keputusan Gianni untuk meninggalkan rumah bukan keputusan yang mudah. Gianni sangat menyayangi adik-adiknya yang telah dia asuh sejak mereka masih bayi. 

“Harapannya untuk keluarga inti semoga adik saya bisa memutus rantai kebiasaan buruk, breaking the generational curse of trauma. Dengan adik-adik bisa bonding bersama lagi. Menghilangkan trauma yang ada,” harap Gianni mengingat adik-adiknya yang sudah lama tidak ia temui.

Gianni tidak pernah menyesali keputusannya, terlebih ketika ia mendapatkan kekerasan dari keluarga intinya. Ia diculik dan dipaksa untuk mengikuti terapi konversi. Setelah dapat melarikan diri hingga melalui proses hukum, Gianni sekarang berada di tempat yang aman bersama chosen family yang dia miliki.

Gianni bukan satu-satunya orang yang memutuskan berjarak dengan orang tuanya sejak memutuskan untuk melela, banyak dari remaja minoritas seksual yang memutuskan untuk kabur dari rumah. 

Anastasia Sari mengatakan hal tersebut mungkin terjadi karena ada banyaknya konflik yang terjadi terus menerus, juga karena merasa tidak punya rasa memiliki terhadap keluarga intinya.

“Di saat muncul perasaan tidak diterima, seringkali anak atau remaja ini memilih untuk keluar dari rumah supaya bisa meminimalisir konflik di rumahnya. Perasaan tidak diterima ini juga membuat mereka merasa tidak belong (dimiliki),” kata Anastasia Sari menjelaskan mengapa banyak remaja minoritas seksual yang memutuskan untuk pergi dari rumah.

Selain kabur, banyak juga dari minoritas seksual yang menjadi homeless atau tunawisma karena diusir oleh keluarganya. Banyak di antara mereka yang diusir dan kabur dari rumah masih berusia anak. Usia yang masih sangat rentan untuk dapat hidup sendiri tanpa dukungan dari keluarganya.

Chosen Family 6 - Gemilang Sehat

Penelitian berjudul Risk Factors for Homelessness Among Lesbian, Gay, and Bisexual Youths: A Developmental Milestone Approach menunjukkan dari 156 pemuda LGBT, 48% dilaporkan pernah menjadi tunawisma. 

Penelitian di atas menunjukkan remaja LGBT yang kabur dari rumah atau diusir dari rumah menjadi rentan mengalami kekerasan dan perilaku berisiko ketika jauh dari rumah.

Penelitian menunjukkan bahwa kabur dari rumah merupakan coping mechanism yang dipilih oleh mereka karena mengalami penolakan. Maka, dibutuhkan intervensi yang tepat untuk dapat menyelamatkan anak-anak muda minoritas seksual agar bisa hidup dengan sejahtera.

Mereka membutuhkan lingkungan rumah yang bisa memberikan rasa aman dan support, terlebih dengan stigma di masyarakat yang harus mereka hadapi. Penerimaan terhadap diri mereka dapat memberikan dampak yang baik sehingga bisa memiliki keterampilan untuk mengatasi stres dengan lebih sehat.

Meski memiliki chosen family, Theo termasuk pemuda minoritas seksual yang masih bertahan dengan keluarga intinya, meski bukan berarti hal ini menjadi lebih mudah baginya. Sempat hidup terpisah selama tujuh tahun dari orang tuanya ketika di bangku sekolah hingga kuliah, sedikit banyak bisa memberinya waktu untuk banyak berdamai dengan dirinya sendiri dan keluarganya.

“Hubungan saya dan orangtua saya ambang banget. Kalo pas gak ada masalah mah oke aja. Above average, bahkan. Banyak orang bilang saya dan orangtua saya kayak teman,” kata Theo.

Theo mengatakan bahwa dirinya sudah tidak ingin memiliki ekspektasi yang tinggi kepada keluarga intinya. Theo hanya berharap orang tuanya dapat menerima dirinya apa adanya, serta tidak memberikan tekanan kepadanya.

“Saya sudah gak punya terlalu banyak ekspektasi dalam banyak hal. Saya dan keluarga inti saya menghadapi konflik yang sama berulang-ulang. Jujur menjemukkan sekali,” ungkapnya.

Theo mengakui bahwa ia sangat membutuhkan peran keluarga inti, ada rasa tidak aman yang muncul ketika ia berjarak dengan keluarganya terlebih ketika ia masih di usia yang masih muda.

“Rasa tidak aman dari aspek ekonomi karena bagaimanapun patut diakui kalau nuclear family masih membantu saya dalam memberikan uang, memberikan hal-hal yang saya butuhkan dalam hidup, hal-hal materil lah ya,” kata Theo.

Rasa tidak aman yang dia rasakan ketika berjarak dari keluarganya, bertemu rasa tidak nyaman ketika dekat dengan keluarga, membuat dirinya memiliki isu kepercayaan terhadap orang-orang di sekitarnya, ungkap Theo. 

“Dampaknya, rasanya jadi gak punya sense of attachment yang baik. Saya gak bisa percaya sama orang di sekitar saya, hal itu membuat saya jadi kesulitan untuk membangun relasi,” tuturnya.

Sobat Remaja, ternyata minoritas seksual mengalami banyak sekali hambatan untuk dapat mencapai kesejahteraan dalam hidupnya ya. Hambatan itu berpengaruh kepada kondisi fisik maupun mental mereka. Dari tulisan di atas, kita sama-sama belajar bahwa ternyata langkah kecil yaitu menerima perbedaan dan keputusan seseorang dapat berdampak sangat besar bagi kehidupan seseorang.

Chosen Family 7 - Gemilang Sehat

“Melela adalah pernyataan terbesar saya. Saya tidak butuh validasi dari banyak orang, saya cukup bangga dengan diri saya,” tutup Gianni.

“Theo artinya pemberian dari Tuhan,” ungkapnya ketika memilih nama samaran yang hendak dikenakannya. “I like to think of it meaning that I do, in fact, belong in this world,” tutup Theo.

Gianni dan Theo adalah dua orang dari banyaknya orang yang memutuskan berani dan jujur akan pilihan hidupnya meskipun dihadapkan dengan berbagai hambatan. Semoga, hambatan-hambatan itu dapat terangkat agar dunia ini menjadi tempat yang lebih ramah bagi minoritas seksual.

Bagaimana dengan Sobat Remaja? Apakah Sobat Remaja juga menghadapi hambatan yang dialami oleh Gianni dan Theo? Ingatlah bahwa Sobat Remaja tidak sendirian! Mari kita bersama-sama saling mendukung satu sama lain untuk mencapai kehidupan yang aman dan nyaman untuk ditempati bersama.

Chosen Family 8 - Gemilang Sehat

Referensi:

Carlson, J., & Dermer, S. (Eds.) (2017). The sage encyclopedia of marriage, family, and couples counseling. (Vols. 1-4). SAGE Publications, Inc, https://dx.doi.org/10.4135/9781483369532

Katz-Wise, S. L., Rosario, M., & Tsappis, M. (2016). Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender Youth and Family Acceptance. Pediatric clinics of North America, 63(6), 1011–1025. https://doi.org/10.1016/j.pcl.2016.07.005

Jackson Levin, N., Kattari, S. K., Piellusch, E. K., & Watson, E. (2020). “We Just Take Care of Each Other”: Navigating ‘Chosen Family’ in the Context of Health, Illness, and the Mutual Provision of Care amongst Queer and Transgender Young Adults. International journal of environmental research and public health, 17(19), 7346. https://doi.org/10.3390/ijerph17197346Rosario, M., Schrimshaw, E. W., & Hunter, J. (2012). Risk Factors for Homelessness Among Lesbian, Gay, and Bisexual Youths: A Developmental Milestone Approach. Children and youth services review, 34(1), 186–193. https://doi.org/10.1016/j.childyouth.2011.09.016

Ingin Mendapatkan Kabar Terbaru dari Kami?

Berlangganan Nawala Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Logo Yayasan Gemilang Sehat Indonesia - Full White

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) merupakan lembaga non-profit atau NGO yang bekerja di Indonesia sejak 1997 untuk isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS). Kami percaya bahwa seksualitas dan kesehatan reproduksi manusia harus dilihat secara positif tanpa menghakimi dan bebas dari kekerasan.

Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.