Sampai saat ini, Orang dengan HIV dan AIDS (ODHA) adalah pihak yang sering menerima perlakuan diskriminatif dari lingkungan sosialnya. Anggapan bahwa HIV/AIDS adalah penyakit mematikan, tidak bisa disembuhkan, dan sangat mudah menular masih melekat di kepala banyak orang. Padahal, HIV berbeda dengan Covid-19, tidak perlu saling jaga jarak untuk memastikan semuanya sehat. ODHA tidak akan menularkan HIV melalui interaksi sosial biasa.
Sobat Remaja, kali ini kita akan coba kenalan lebih dekat nih sama ODHA. Apa aja sih tantangan sebagai ODHA? Gimana tips-tips berteman dengan ODHA agar semua merasa nyaman? Nah, sebelum bahas lebih lanjut tentang ODHA, kita kenalan dulu yuk sama istilah HIV, AIDS dan ODHA. Hmm, emangnya beda ya??
HIV, AIDS dan ODHA
Ketiga istilah tersebut, khususnya HIV dan AIDS sering banget nih dikira 2 kata yang serupa. Padahal keduanya sangat berbeda lho, Sobat Remaja. HIV, sesuai dengan kepanjangannya yaitu human immunodeficiency virus merupakan jenis virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Menurut WHO, virus ini dapat melemahkan pertahanan tubuh seseorang untuk melawan penyakit
Setelah seseorang terkena HIV, virus dalam tubuhnya dapat berkembang dan mengakibatkan kondisi AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Sindrom ini ditandai dengan munculnya sekumpulan gejala yang menunjukkan telah terjadinya penurunan kekebalan tubuh (imunodefisiensi) akibat infeksi HIV.
AIDS juga biasa disebut dengan stadium akhir dari infeksi HIV jangka panjang. Dengan kata lain, seseorang yang terkena HIV, belum tentu dirinya juga mengidap AIDS. Nah, orang yang mengidap HIV/AIDS biasa disebut ODHA (Orang dengan HIV/AIDS).
Stigma tentang ODHA dan akibatnya
“Akibat stigma negatif tentang HIV yang paling sering diterima teman-teman ODHA sih pengucilan, ya. Dampaknya, mereka bisa mengalami depresi bahkan sampai memutuskan bunuh diri”
Keterangan tadi merupakan penjelasan dari Kak Ferdian Fabiantara dari Divisi Pusat Krisis Sosial dan Dukungan Ekonomi Jaringan ODHA Berdaya Lampung. Selama Kak Ferdian melakukan pendampingan terhadap teman-teman ODHA, ia mengaku sering menjumpai teman-teman ODHA yang mengalami depresi akibat menerima tindakan diskriminatif dari lingkungannya.
“Mereka depresi biasanya karena ngerasa capek. Selain capek karena harus mengonsumsi obat dengan jangka waktu yang lama, mereka juga depresi bahkan sampai bunuh diri karena didiskriminasi” Ujar Kak Ferdian. Padahal menurutnya, agar bisa sehat, pasien HIV/AIDS perlu menjaga agar psikisnya tidak terganggu dan fokus pada pengobatan. Hal ini membutuhkan adanya dukungan penuh dari orang-orang di sekitarnya.
Stigma negatif biasanya muncul karena kurangnya pengetahuan yang akurat dan lengkap akan cara penularan HIV. Misalnya, HIV seringkali dianggap virus yang sangat mudah menular, padahal, virus ini hanya dapat menular melalui cairan-cairan tubuh tertentu, di antaranya darah, cairan mani dan vagina, serta air susu ibu.
Dengan kata lain, Sobat Remaja tidak akan tertular HIV melalui kontak sosial biasa, seperti bersalaman, berpelukan, ataupun berciuman.
Masih ada juga anggapan yang menyebutkan virus ini adalah penyakit kutukan Tuhan untuk mereka dengan perilaku seksual yang dianggap amoral. HIV juga sering dikaitkan dengan penyakit bagi teman-teman kita yang Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Anggapan ini sangat salah ya Sobat Remaja. Faktanya, risiko HIV terjadi pada kelompok masyarakat yang beragam, bukan hanya pada kelompok yang selama ini mendapat label negatif seperti, pengguna narkoba atau pekerja seks, tetapi yang jarang diperhatikan bahwa ibu rumah tangga, bayi, anak-anak, remaja juga rentan loh terpapar HIV. Selain itu, ada banyak faktor selain aktivitas seksual yang bisa menularkan HIV, seperti penggunaan jarum suntik, transfusi darah, hingga aktivitas menyusui ibu ke bayinya.
HIV dan AIDS bukan hanya masalah bagi LGBT maupun mereka yang ada dalam lingkaran pergaulan bebas. Semua orang dari orientasi seks apapun, jenis kelamin, suku, penampilan, bahkan keyakinan bisa saja menyandang status ODHA. HIV dan AIDS juga bukan masalah orang dewasa saja, banyak juga kasus HIV yang ditemukan pada remaja bahkan anak-anak.
Berdasarkan data Kemenkes di tahun 2010 – 2017, kelompok remaja usia 20 hingga 24 tahun berada di posisi kedua dengan kasus infeksi HIV terbanyak setelah kelompok usia 25-49 tahun. Selain itu, kasus HIV juga ditemukan pada anak-anak.
Dilansir dari Republika.co, Nahar, Deputi Bidang Perlindungan Anak KPPPA menyebutkan, sepanjang Januari hingga September 2019, tambahan kasus HIV pada anak sudah mencapai 1203 kasus.
Sama seperti kasus HIV pada orang dewasa Sobat Remaja, teman-teman ODHA yang masih di usia anak maupun remaja juga kerap mengalami diskriminasi dari lingkungan sekitarnya. Kasus pengucilan anak yang hidup dengan HIV di Samosir pada 2018 lalu misalnya.
Baru hari pertama bersekolah, tiga orang anak ODHA di Kabupaten Samosir, Sumatera Utara terpaksa tidak bisa melanjutkan pendidikan formalnya. Sebabnya, protes dari para orang tua siswa lain yang tidak mau anak-anaknya berada satu sekolah dengan anak-anak penyandang HIV. Kejadian ini menunjukkan fakta bahwa stigma terhadap ODHA memang tidak pandang bulu, Sobat Remaja. Di kasus ini, stigma negatif mengakibatkan hilangnya hak ketiga anak di Samosir tadi untuk mengenyam pendidikan formal dan bebas bermain seperti anak-anak lainnya.
Stigma negatif yang sudah terlanjur mengakar di masyarakat ini berbahaya bagi ODHA, Sobat Remaja. Stigma negatif tentang dirinya, salah satunya bisa membuat teman-teman ODHA menyembunyikan statusnya sebagai ODHA untuk menghindari pengucilan.
Dampak lainnya, banyak yang merasa takut untuk memeriksakan diri sehingga tidak mengetahui statusnya sebagai HIV positif (Data UNAIDS di tahun 2014 menyebutkan 19 juta orang yang terinfeksi HIV di dunia tidak menyadari statusnya sebagai HIV positif). Padahal, bagi penyandang HIV positif, menyadari statusnya sebagai ODHA sangat penting agar segera mendapatkan penanganan dan pengobatan yang tepat. Dilansir dari laporan Kemenkes RI (2018), pengobatan yang efektif bisa menurunkan risiko 96% bagi ODHA untuk menularkan HIV ke pasangan seksualnya.
Sobat Remaja, hampir semua anggapan negatif tentang ODHA tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Malah, dampak stigmatisasi ke teman-teman ODHA sama sekali gak bisa dianggap remeh. Jangan sampai deh, stigma terkait HIV jadi lebih menyengsarakan dibandingkan virusnya.
Nah mulai sekarang, kita sama-sama stop yuk, penyebaran mitos-mitos tentang HIV/AIDS yang bisa merugikan ODHA. Perkaya pengetahuan kita tentang HIV/AIDS agar kita bisa meluruskan informasi-informasi menyimpang yang beredar. Jangan lupa juga berikan dukungan untuk teman-teman ODHA ya!
Ditulis oleh: Naili Rahmah
Glosarium :
Stigma : Ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya
Imun : kebal terhadap suatu penyakit
Virus : Mikroorganisme yang tidak dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop biasa, hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron; penyebab dan penular penyakit.
Diskriminasi : pembedaan perlakuan terhadap sesama
Sumber :
Desta Ayu Cahya Rosyida. 2019. Buku Ajar Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita.
Tirto.id. 2019. Mengurai Stigma pada ODHA: HIV Bukan Masalah LGBT Saja. https://tirto.id/mengurai-stigma-pada-odha-hiv-bukan-masalah-lgbt-saja-ekR5
PKBI DIY. 2016. Cara Penularan HIV. https://pkbi-diy.info/cara-penularan-hiv/
Kemenkes. 2018. INFODATIN : Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI.
UNAIDS. 2014. The Gap Report.
Zahroh Shaluhiyah, Syamsulhuda Budi Musthofa, Bagoes Widjanarko. 2015. Stigma Masyarakat terhadap Orang dengan HIV/AIDS. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol. 9, No. 4,
WHO. 2020. HIV/AIDS. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids
Republika.co. 2019. Anak Penderita HIV/AIDS Terus Bertambah. https://republika.co.id/berita/nasional/news-analysis/q1h9zl318/anak-penderita-hivaids-terus-bertambah