Bagikan Artikel ini
SobatASK - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Kamu Gak Sendirian!

6 Mitos soal Feminisme

[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”DENGAR”]
Kamu mungkin sepakat–atau enggak sepakat–dengan feminisme. Tapi, satu hal sudah pasti: kamu mungkin pernah mendengar setidaknya satu anggapan tentang feminisme yang sebenarnya belum tentu benar.

Sebelum meluruskan beberapa mitos tentang feminisme, mungkin ada baiknya cari tahu terlebih dahulu apa itu feminisme. Feminisme, pada dasarnya, adalah pemikiran yang mendorong terjadinya kesetaraan gender di ranah politik, ekonomi, maupun sosial.

Berangkat dari definisi tersebut, berikut jawaban dari beberapa mitos yang tersebar luas.

 

Mitos 1
Feminisme = Anti-Laki-laki

Feminisme adalah pemikiran bahwa semua orang adalah setara, terlepas dari apa pun latar belakangnya, terutama latar belakang gender. Artinya, feminisme mendukung agar perempuan bisa setara dengan laki-laki. Bukan melemahkan laki-laki atau melawan laki-laki, melainkan menguatkan posisi manusia yang selama ini dianggap minoritas atau tidak memiliki kekuatan yang setara.

Kenapa perempuan? Karena sejak dulu perempuan selalu dianggap lebih rendah derajatnya daripada laki-laki. R.A Kartini, misalnya, dipingit alias dikurung di rumah sejak ia remaja dan dilarang untuk menempuh pendidikan lebih jauh. Hal itu karena ia akan dinikahkan ke laki-laki yang belum tentu ia kenal.

Dulu dan bahkan hingga kini, perempuan enggak punya kesempatan yang setara dengan laki-laki untuk mengakses pendidikan, upah yang tidak setara (padahal untuk kemampuan yang sama), dan untuk menjadi dirinya sendiri. Dari kenyataan-kenyataan seperti inilah, pemikiran feminisme lahir. Para feminis dan pejuang emansipasi perempuan ingin agar perempuan mendapat martabat yang setara dengan laki-laki.

 

Mitos 2
Feminisme Menjadikan Perempuan seperti Laki-laki

Satu hal yang SERING BANGET disalahartikan dari feminisme adalah, feminisme membuat perempuan jadi sama seperti laki-laki. Tolong diperhatikan bahwa feminisme memperjuangkan agar perempuan setara dengan laki-laki, bukan sama dengan laki-laki.

Menurut KBBI, setara berarti sesuatu yang “sejajar, sama tingkat atau kedudukannya, dan sepadan/seimbang.” Sementara, sama berarti sesuatu yang “serupa, tidak berlainan, dan tidak berbeda.” Sudah jelas, kan, di mana bedanya?

Feminisme artinya semua orang, apa pun jenis kelamin dan gendernya, memiliki derajat yang setara di mata hukum dan masyarakat. Seorang perempuan sama berharganya dengan seorang laki-laki, seorang laki-laki sama bernilainya dengan seorang perempuan, dan seterusnya. Bukan berarti yang satu lebih tinggi atau menginjak yang lain.

 

Mitos 3
Feminisme Merugikan Laki-laki

Salah satu mitos yang paling fatal tentang feminisme adalah bahwa feminisme itu melawan laki-laki. Feminisme itu tidak melawan laki-laki. Feminisme itu melawan patriarki.

Patriarki, pada dasarnya, adalah sistem atau norma di masyarakat yang menempatkan laki-laki di posisi yang lebih menguntungkan, sementara perempuan dirugikan. Laki-laki selalu diutamakan, diberi kuasa lebih, dan dipandang lebih di masyarakat. Apa saja sih contoh sistem yang hanya menguntungkan laki-laki dalam kehidupan nyata?

  • Dalam sebuah diskusi perempuan yang banyak berbicara akan dianggap “bawel”, sementara laki-laki cenderung lebih didengar. Sehingga perempuan lebih sering diinterupsi ketika berbicara.
  • Perempuan yang punya anak dan bekerja akan lebih dihakimi, sementara laki-laki yang hanya bekerja dan tidak turut serta dalam merawat anak tidak dihakimi.
  • Perempuan adalah sasaran pelecehan seksual sehingga tidak mudah untuk berjalan di tempat umum dan merasa aman juga nyaman. Sedangkan laki-laki tidak (hampir tidak pernah) mengalami ini.
  • Penampilan laki-laki tidak dihakimi seperti perempuan.

Masih banyak lagi sebenarnya. Sistem ini yang dilawan oleh feminisme, karena sistem ini jelas-jelas menindas perempuan. Tapi, sistem ini juga merugikan laki-laki. Berapa banyak laki-laki yang diajarkan sejak kecil bahwa mereka harus kuat, harus macho, dan dianggap ‘cengeng’ kalau dia menangis? Padahal, menangis itu ekspresi emosi yang wajar. Berapa banyak laki-laki yang ingin mengejar cita-citanya sebagai perawat misalnya, namun lantas enggak jadi mengejar cita-cita itu karena perawat dianggap pekerjaan perempuan?

Atau sesimpel kasus Ruben Onsu, selebritis yang sempat dicibir netizen beberapa waktu lalu karena ia menggendong anak bayinya dengan sarung gendong. Memangnya ada yang salah, ya, kalau laki-laki ikut membantu mengurus anak?

Inilah dampak yang terjadi juga karena patriarki: masyarakat kita jadi enggak santai banget. Semua orang jadi kaku dan enggak bisa jadi dirinya sendiri. Hal-hal kecil yang semestinya enggak jadi masalah–kayak Ruben Onsu dan sarung gendongnya–mendadak jadi bahan rundungan para netizen.

Jadi, feminisme bukannya melawan laki-laki. Feminisme itu bukan soal menjadikan laki-laki lemah dan enggak berkuasa, lantas diganti dengan perempuan yang berkuasa. Feminisme ingin agar semua orang setara dan bisa menjadi dirinya sendiri dan punya kesempatan sama untuk mengembangkan dirinya.

 

Mitos 4
Feminis = Lupa “Kodrat” Perempuan

Ini satu hal yang harus dipahami: feminisme itu sudah ada sejak zaman baheula, dan seperti pemikiran manapun, ada banyak banget aliran pemikiran feminisme yang berbeda-beda. Ada feminis yang lebih fokus ke menguatkan individu, ada feminis yang lebih fokus memperjuangkan hak-hak perempuan di hukum, dan sebagainya.

Karena itu, feminis juga bentuknya macam-macam. Ada yang hobi masak, ada yang hobi olahraga, ada yang kerja di perusahaan besar, ada yang jadi ibu rumah tangga, ada yang punya anak, ada yang tidak, ada yang pendiam, ada yang suka berbicara, ada yang rajin ke rumah beribadah, ada yang suka nonton film dan dengar musik. Feminis itu beragam, enggak satu orang doang.

Tapi, feminisme memang mendukung perempuan–dan siapa saja–untuk menjadi dirinya sendiri. Sesederhana itu.

Intinya, semua ini kamu lakukan karena kamu secara sadar dan sukarela memilih untuk melakukannya. Kamu memang mau jadi Ibu Rumah Tangga, kamu memang berkenan jadi pekerja, dan apa pun itu. Semua ini dilakukan atas dasar kesadaranmu dan pilihanmu sebagai manusia, bukan karena paksaan atau tuntutan.

 

Mitos 5
Feminisme Hanya untuk Perempuan

Siapa bilang? Di poin ketiga,dijelaskan bagaimana patriarki juga merugikan laki-laki. Tapi, feminisme sekarang sudah canggih banget. Seiring berjalannya waktu, feminisme juga memperjuangkan hak-hak siapa saja yang minoritas dan menempati posisi terpinggirkan di masyarakat. Mulai dari penyandang disabilitas, hingga minoritas etnis, ras dan seksualitas. Feminisme memperjuangkan agar siapa saja bisa hidup dengan layak dan menjadi dirinya sendiri.

Jadi, kalaupun kamu bukan perempuan, kamu tetap bisa mendukung feminisme. Karena, mendukung feminisme adalah mendukung kesetaraan bagi semua orang.

 

Mitos 6
Feminis itu Galak dan Enggak Bisa Diajak Berdebat

Seperti laki-laki dan perempuan, ada yang ramah ada yang galak. Bukan berarti feminis saja yang bisa galak dan tidak semua feminis galak. Namun, riset menunjukkan bahwa perempuan lebih sering disela omongannya ketimbang laki-laki, dan bahwa pendapat perempuan dianggap tidak sepenting pendapat laki-laki. Alasannya sederhana: perempuan dianggap berpikir dengan hati, sementara laki-laki dianggap lebih memakai logika. Padahal ini hanya mitos semata dan tidak terbukti secara ilmiah.

Jadi, di luar sifat pembawaan orang-orang yang memang mungkin galak, namun umumnya  kita kerap memang secara sadar atau tidak sadar enggak menghargai opini perempuan.

 

Untitled design 1 2 - Gemilang Sehat

 

Wah, banyak juga ya. Kalau kamu masih ada mitos yang mau kami jawab, kasih tahu di kolom komentar, ya! ☺

Ingin Mendapatkan Kabar Terbaru dari Kami?

Berlangganan Nawala Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Logo Yayasan Gemilang Sehat Indonesia - Full White

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) merupakan lembaga non-profit atau NGO yang bekerja di Indonesia sejak 1997 untuk isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS). Kami percaya bahwa seksualitas dan kesehatan reproduksi manusia harus dilihat secara positif tanpa menghakimi dan bebas dari kekerasan.

Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.