Bagikan Artikel ini
SobatASK - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Kamu Gak Sendirian!

Galau Versi Kartini

“Teman-teman saya di sini mengatakan agar sebaiknya kami tidur saja barang 100 tahun. Kalau kami bangun nanti, kami baru akan tiba pada jaman yang baik. Jawa pada saat itu sudah begitu majunya kami temukan, seperti apa yang selalu kami inginkan.”

(Surat R.A. Kartini kepada Stella Zeehandelaar, 6 November 1899)

 

Siapa yang tidak tahu Kartini? Ikon perempuan dari Jepara, Jawa Tengah. Setiap tahunnya anak-anak sekolah berdandan dengan baju daerah untuk merayakan Hari Kartini yang jatuh setiap 21 April. Namun sesungguhnya kemeriahan festival dan lagu “Ibu Kita Kartini” yang berkumandang sudah terlalu lama menyamarkan suara dari pesan-pesan perjuangan penting Kartini yang sebenarnya. Lebih dari sekadar pahlawan perempuan yang dielu-elukan, pikiran Kartini sebagai anak muda di masa kolonial sudah melampaui masanya sendiri. Kartini punya mimpi yang besar bukan hanya buat dirinya, tapi bangsanya.

Layaknya anak-anak muda masa kini, Kartini pun tidak lepas dari kegalauan. Bukan galau soal cinta atau gebetan, kegalauan Kartini begitu luas; dari soal pendidikan bagi perempuan, agama, budaya sampai kesenian. Maka, sudah selayaknya kita mengenal Kartini jauh lebih dalam dan luas. Lebih dari kebaya dan festival seremonial di setiap 21 April. Meskipun sudah lebih dari seratus tahun, namun masih banyak keresahan Kartini yang masih juga berlangsung sampai hari ini.

29-63e6f02ce7

“Bagaimana pernikahan dapat membawa kebahagiaan, jika hukumnya dibuat untuk semua lelaki dan tidak ada untuk perempuan?”

Berdasarkan rilis BKKBN, praktek pernikahan dini sekarang berada dalam situasi yang mengkhawatirkan, bahkan hampir 50% dari 2,5 juta pernikahan per tahun itu adalah kelompok usia di bawah 19 tahun. Mereka disebut sebagai kelompok usia pernikahan dini. Ada yang mulai dari angka 11, 12 sampai 19, tapi kelompok usia yang terbanyak itu ada di 15, 19 yang hampir mencakup  sekitar 48 % dari total perkawinan anak.

Selain itu, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia mencapai 359 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Melengkapi hal tersebut, data laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan tahun 2013 adalah sebanyak 5019 orang. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estimasi SDKI 2012 mencapai 160.681 anak.

Masih menurut SDKI, selain faktor kesehatan, ternyata faktor sosial punya peran yang lebih mengakar. Faktor sosial antara lain latar belakang pendidikan, sosial-ekonomi, dan akses terhadap layanan kesehatan yang tidak merata. Disebutkan juga bahwa tingginya angka kematian ibu dikarenakan oleh ketidaksetaraan gender, nilai budaya, perekonomian, serta rendahnya perhatian laki-laki terhadap ibu hamil dan melahirkan. Di sinilah kaum lelaki dituntut untuk turut aktif dalam permasalahan reproduksi.

Tapi toh Kartini begitu optimis. Seperti yang ia tulis di potongan suratnya kepada Nyonya Abendanon berikut ini:

“… dan kami yakin seyakin-yakinnya bahwa air mata kami, yang kini nampaknya mengalir sia-sia itu akan ikut menumbuhkan benih yang akan mekar menjadi bunga-bunga yang akan menyehatkan generasi-generasi mendatang.” (Surat R.A. Kartini kepada Ny. Abendanon 15 Juli 1902-DDTL, hal. 214).

Ingin Mendapatkan Kabar Terbaru dari Kami?

Berlangganan Nawala Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Logo Yayasan Gemilang Sehat Indonesia - Full White

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) merupakan lembaga non-profit atau NGO yang bekerja di Indonesia sejak 1997 untuk isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS). Kami percaya bahwa seksualitas dan kesehatan reproduksi manusia harus dilihat secara positif tanpa menghakimi dan bebas dari kekerasan.

Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.