Menjadi korban kekerasan dalam pacaran itu nyesek banget. Mau jadi korban kekerasan fisik, kekerasan seksual, maupun kekerasan psikis, akan ada trauma mendalam yang membuat kamu ragu-ragu untuk berhubungan lagi atau malah berubah jadi kebiasaan yang enggak sehat.
Tapi, sebenarnya apa yang membuat seorang pacar yang tadinya penuh cinta berubah jadi pelaku kekerasan? Kami ngobrol dengan Indra (bukan nama sebenarnya), laki-laki 19 tahun yang pernah jadi pelaku kekerasan psikis. Ada enam hal yang dia pelajarin dari masa lalunya yang kelam ini.
1. Semuanya berangkat dari perasaan insecure.
Buat Indra, perasaan insecure alias minder adalah landasan yang buruk untuk hubungan mana pun. Kamu, misalnya, akan terintimidasi karena pacarmu lebih pintar di kampus. Atau iri karena prestasi kerjanya lebih mentereng. Pada dasarnya, seorang pelaku begitu rapuh egonya sampai mereka takut merasa “ditantang” oleh pacarnya.
“Dulu, gue bermasalah karena orang tua cerai,” jelas Indra. “Gue dilanda depresi cukup berat, sekolah gue berantakan, dan saat itu gue belum bekerja. Ada banyak emosi yang menumpuk dan merusak kepercayaan diri dan gue butuh pelampiasan.” Tapi, ini berujung pada masalah berikutnya.
2. Kamu perlu menyelamatkan diri sendiri
Menurut Indra, dia terlambat mempelajari ini. “Gue berpikir bahwa pasangan gue akan dapat menyelamatkan gue,” ucapnya. “Gue jadi punya standar yang terlalu tinggi karena dia harus sempurna di segala hal: harus cantik, harus pintar, harus mandiri, harus mapan. Gue lupa bahwa dia juga manusia, yang masih perlu banyak belajar, yang masih berproses, dan gue juga perlu membantunya. Bukannya berharap dia bakal jadi superhero.”
3. Tugas kalian adalah jadi teman hidup, bukan penyelamat atau penyembuh.
Kalian bisa dan harus menemani dan memotivasi satu sama lain untuk berproses dan menyembuhkan diri sendiri. Tapi, pada akhirnya, bukan dia yang akan menyembuhkan semua lukamu, melainkan dirimu sendiri. “Gue berharap dengan ada dia, otomatis semuanya akan baik-baik saja,” terang Indra. “Padahal enggak begitu. Saat gue sadar bahwa situasinya tidak sesuai harapan, gue mulai mudah marah, emosian, dan memanipulasi dia.”
4. Kamu itu sudah utuh. Tidak perlu dilengkapi siapa pun.
“Semakin ke sini, gue semakin enggak setuju dengan istilah ‘belahan jiwa’ atau ‘kepingan puzzle yang hilang’ untuk ngegambarin pasangan,” ujar I. “Soalnya, seolah-olah kamu itu pada dasarnya enggak utuh. Bahwa tanpa “cinta sejati”, kamu itu bukan apa-apa. Dalam pengalaman gue, pemikiran seperti itu malah bikin gue makin parno, mengekang pasangan gue, dan memanipulasi dia agar bergantung banget sama gue. Karena gue pikir, kalau dia pergi, gue akan ‘enggak lengkap’ lagi.”
5. Cintai diri sendiri dulu. Hormati diri sendiri dulu…
…baru kamu bisa mencintai dan menghormati orang lain. Jika tidak, kamu akan menemui banyak masalah nantinya. Kalian tidak akan berkembang dan jadi lebih baik sebagai manusia. Malah akan ada satu pihak yang menjadi beban untuk pihak lainnya karena dia belum dewasa. Dia belum bisa menyikapi naik turunnya hidup dengan baik. Dia akan terlalu bergantung pada pasangannya dan dua-duanya bakal tenggelam.
6. Rasa sakitmu BUKAN pembenaran atas kelakuanmu.
Indra pun melanjutkan ceritanya. “Tidak ada alasan apa pun yang bisa membenarkan perlakuan gue dan pelaku kekerasan mana pun. Kamu tidak berhak mengendalikan pasanganmu seenaknya seolah-olah kamu paling benar. Kamu tidak berhak mengatur dia sesuka hatimu seperti dia itu barang milikmu. Hubungan itu enggak boleh berat sebelah. Cinta yang tulus tidak pernah pamrih.
Jadi, jangan lagi kamu kekang pacarmu secara berlebihan, memukulnya karena dia ‘enggak mau nurut’, dan memaksanya melakukan hal-hal yang sebenarnya dia tidak mau, lantas bilang itu semua ‘tanda cinta.’ Itu bukan tanda cinta. Itu tanda kamu tidak dewasa dan tidak bisa memperlakukan pacarmu selayaknya manusia.”
Kalau kamu menjadi korban kekerasan dalam pacaran, kenal seorang korban, atau malah kamu merasa sedang melakukan kekerasan dalam pacaran, jangan khawatir karena #KamuTidakSendirian. Ada banyak konselor yang dapat membantu memulihkan traumamu dan membimbingmu untuk menjalani hubungan yang lebih sehat ke depannya.
Temui mereka di Direktori Layanan kami.