Masa remaja adalah suatu tahap dalam perkembangan di mana seseorang mengalami perubahan-perubahan yang dramatis, salah satunya menjadi makhluk seksual. Perubahan-perubahan tersebut terutama ditandai oleh perkembangan karakteristik seks primer dan seks sekunder. Perkembangan karakteristik seksual kemudian menyebabkan perkembangan perilaku seks seperti ketertarikan dan keinginan untuk melakukan hubungan seks. Hal ini tentunya wajar, Sobat. Namun, perilaku seks dapat menjadi masalah jika diekspresikan secara tidak sehat. Jika kita melakukan seks yang tidak sehat maka ini akan merugikan. Maka dari itu, perilaku seks penting untuk paling tidak didasarkan pada tiga pertimbangan berikut ini.
Mengganggu Konsentrasi
Perilaku seks yang tidak sehat berpengaruh pada kegiatan/proses pendidikan di sekolah. Misalnya, aktif berpacaran dan aktif secara seksual menyebabkan kita mengabaikan waktu untuk belajar. Beberapa kejadian pelajar bersama pasangannya pada jam sekolah memilih berada di tempat-tempat rekreasi daripada mengikuti pelajaran di sekolah. Di samping banyak waktu untuk belajar yang hilang, ini juga mengganggu konsentrasi belajar,
Kehamilan yang Tidak Direncanakan
Perilaku seks yang tidak sehat berisiko mengalami kehamilan yang tidak dipersiapkan dengan baik. Kehamilan yang tidak diharapkan tentu merugikan kedua belah pihak, baik laki-laki namun terutama pihak perempuan. Di samping sebagai remaja, kita belum siap secara finansial, kita pun belum siap secara mental untuk memiliki dan mengasuh anak.
Infeksi Menular Seksual
Perilaku seks yang tidak sehat berisiko tinggi terkena infeksi menular seksual (IMS), seperti gonorrhea. Remaja akan tertular gonorrhea jika dirinya berhubungan seks dengan seseorang yang sudah terinfeksi. HIV (human immunodeficiency virus) juga menular melalui hubungan seks dikarenaka adanya infeksi menular sekual yang dapat menjadi pintu masuknya HIV. Oleh karena itu, hubungan seks tidak aman dengan sembarang orang akan berisiko terinfeksi penyakit menular seksual.
Lalu, bagaimana agar hal-hal di atas tidak terjadi? Pendidikan seksualitas yang komprehensif jawabannya. Pendidikan seksuaal harus sudah diberikan kepada seseorang sebelum menginjak remaja. Kita mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan seputar seksualitas. Seputar seksualitas ini juga tidak hanya sekadar HIV dan infeksi menular seksual, tapi juga termasuk pengetahuan terkait orientasi seksual, identitas gender dan ekspresi gender. Hasil terpenting dari pendidikan ini adalah bagaimana kita bisa bertanggung jawab atas tubuh kita sendiri. Selain itu, dalam diri kita juga ditanamkan pengetahuan atas apa yang menjadi hak untuk mengetahui secara utuh dan menyeluruh apa itu seksualitas.
Kendala besar dalam penerapan pendidikan seksual yang komprehensif adalah ketabuan di masyarakat kita sendiri. Masyarakat masih beranggapan ketika kita menyebut kata seksual, seks, dan seksualitas, yang ada di benak mereka adalah segala bentuk yang berkaitan dengan dosa dan aib. Oleh karena itu, kita harus memulai mengubah cara pandang dalam memahami apa itu seks, seksual dan seksualitas secara muatan keilmuan. Mendengar kata kondom saja, sebagian dari masyarakat kita masih menganggap sebagai sesuatu yang seharusnya tidak perlu dibicarakan di ruang publik. Kondom masih diposisikan sebagai sesuatu yang “ajaib,” hanya golongan tertentu saja yang bisa menggunakannya. Bahkan terkadang pasangan yang sudah diresmikan oleh payung hukum pun masih ragu untuk memanfaatkan kondom.
Kondom adalah kondom. Bukan kunci neraka, bukan pula simbol dari rusaknya generasi bangsa. Kondom hanyalah salah satu dari banyaknya macam alat kontrasepsi yang kebetulan fungsinya lebih dinamis karena bisa mencegah penularan penyakit (HIV atau IMS). Pada akhirnya semua dikembalikan ke pilihan kita sendiri. Melakukan aktivitas seksual dengan tanggung jawab. Atau tidak melakukan sama sekali.
Ditulis oleh: Tim HKSR CD Bethesda