[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”DENGAR”]
Kadang rasanya seperti harapan sudah tidak ada lagi dan satu-satunya jalan adalah untuk mengakhiri semuanya. Iya, kami berbicara tentang musuh dalam selimut yang tidak banyak dibicarakan secara blak-blakan, namun menjadi masalah serius di kalangan anak remaja Indonesia saat ini: bunuh diri.
Apa yang harus kamu lakukan kalau kamu merasa putus asa dan ingin bunuh diri?
Tunggu dulu.
Beri waktu untuk dirimu sendiri. Bikin janji pada dirimu sendiri bahwa kamu tidak akan melakukan hal-hal yang drastis selama 24 jam ke depan, atau sepekan ke depan. Ingat bahwa dorongan untuk bunuh diri itu sementara dan bisa reda seiring dengan berjalannya waktu. Tarik nafasmu dan berikan dirimu waktu untuk menenangkan diri.
Segera cari bantuan.
Gunakan jeda ini untuk mencari bantuan. Bicara ke teman terdekat, ke komunitas yang memang menyediakan dukungan dan bantuan bagi orang yang ingin bunuh diri. Lebih baik lagi langsung saja ngobrol dengan psikolog atau psikiater yang benar-benar bisa membantumu.
Untuk sementara waktu, hindari hal-hal yang bisa ‘memicu’ kamu.
Hindari hal-hal yang bisa bikin kamu tambah sedih dan tambah ingin bunuh diri. Jangan buka dulu foto-foto lama yang penuh kenangan, jangan baca lagi chat dengan orang yang sudah tidak ada, jangan berlama-lama memikirkan hal yang memang membuatmu tambah down.
Selain itu, hindari juga alkohol dan narkoba untuk sementara waktu – malah, sebaiknya hindari terus secara permanen. Baik alkohol maupun narkoba bisa mendorong terjadinya bunuh diri, jadi baiknya kedua hal ini dihindari dulu.
Pergi ke tempat yang aman.
Bawa pergi semua barang yang bisa kamu pakai untuk menyakiti dirimu sendiri; obat-obatan, pisau, silet, tali, dan benda-benda berpotensi lainnya. Jika kamu terpikir untuk overdosis obat tertentu yang memang kamu perlukan, kasih obat itu pada temanmu dan minta dia yang mengatur kapan kamu boleh meminum obat tersebut.
Jika kamu merasa tempat tinggalmu tidak memadai untuk melakukan hal-hal tersebut, cari suasana baru dan tinggal untuk sementara di tempat lain. Tapi jangan tinggal sendirian. Ada baiknya kamu menginap di rumah sahabat, misalnya.
Tambah aktif berkegiatan.
Ketahui apa saja yang mau kamu lakukan di hari tersebut, dan lakukan–jangan ragu dan jangan menunda. Temuilah teman-temanmu, pastikan tubuhmu mendapat sinar matahari pagi setidaknya 30 menit setiap hari, dan cobalah untuk berolahraga. Olahraga ringan maupun berat melepas hormon endorphin yang bisa menambah perasaan senang dalam otak kita.
Lakukan hal yang memang kamu sukai. Coba dengarkan lagu-lagu kesukaanmu lagi dan tonton konser band tersebut bila ada. Kalau dulu kamu suka menggambar, coba gambar lagi. Keluarkan kesedihan dan perasaanmu melalui hal-hal yang kreatif atau melalui hobi yang memang dekat denganmu.
Intinya, pastikan bahwa pikiranmu disibukkan oleh kegiatan sehari-hari dan diisi oleh hal-hal yang positif, bukan pikiran tentang bunuh diri.
Bicarakan dengan orang lain.
Kamu tidak perlu dan tidak harus menghadapi semua ini sendirian. Pastikan bahwa kamu punya teman mengobrol dan bertukar pikiran yang bisa kamu temui secara rutin. Selama kamu merasa nyaman dan tidak dihakimi olehnya, dan dia memberi saran yang menurutmu masuk di akal, lakukan. Ada baiknya kamu tidak sendirian di fase ini karena orang lain bisa membantumu merawat harapan yang mungkin tidak lagi kamu lihat.
Kamu tidak sendirian. Ajak ngobrol sahabatmu, temanmu, pasanganmu, keluargamu, siapa saja. Bahkan, bila perlu, konseling dan temui tenaga medis yang memang ahli di bidang ini dan bisa membantumu.
Keluargamu, temanmu, pasanganmu, dan konselor atau psikolog/psikiatermu adalah jejaring dukungan yang sangat kamu perlukan di masa depan. Semisal kamu mulai merasa tidak nyaman dan terpikir untuk bunuh diri lagi, merekalah orang yang bisa mendampingimu, merangkulmu, dan mendengar curhatmu tanpa menghakimi, tanpa menceramahi, dan tanpa memarahi.
Terakhir, sebagai bekas penderita depresi, mimin ingin menyampaikan bahwa perasaan putus asa itu–seburuk apa pun–bisa dan akan berlalu. Mungkin kamu merasa malu untuk mengakui bahwa kamu depresi, kamu ingin bunuh diri, dan kamu sudah putus asa ke orang lain, karena kamu takut diceramahi, takut dianggap pendosa, takut dituduh kesurupan atau sejuta skenario enggak membantu lainnya.
Kami hanya ingin bilang bahwa perasaanmu itu tidak konyol. Perasaanmu penting, senyummu penting, dan kebahagiaanmu penting. Jika kamu merasa berat menghadapi semua ini sendirian, jangan dihadapi sendirian. Temui konselor, temui psikiater, temui psikolog yang memang bisa membantumu. Kamu berhak merawat harapan. Percaya, deh.
Jangan putus asa dulu, ya. Coba dulu, sekali lagi.