Bagikan Artikel ini
SobatASK - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Kamu Gak Sendirian!

Boleh Gak Sih, Menikah di Usia Remaja?

Ngomongin soal nikah, Sobat Remaja yang usianya sudah memasuki angka 20 tahun ke atas pasti mulai akrab nih sama segala bentuk pertanyaan, sindiran, dan nyinyiran tentang kapan nikah.  Meskipun gedeg dan males jawabnya, kadang-kadang pertanyaan kapan nikah mau-gak mau mesti kita ladenin, meskipun dengan jawaban-jawaban template maybe “hari minggu”, “tahun depan nih”, atau “nanti ya, abis corona”

Ekspektasi masyarakat saat ini memang masih menganggap bahwa pernikahan adalah  wajib bagi seseorang yang telah berusia dewasa.  Lebih parahnya nih, pernikahan saat ini bukan hanya dibebankan kepada mereka yang telah memasuki usia dewasa.  Masih banyak yang beranggapan bahwa pernikahan bisa dilangsungkan oleh mereka yang masih menginjak usia belia.  Padahal, sikap masyarakat terhadap pernikahan usia anak ini bisa sangat merugikan loh.  Anak yang menikah di usia yang belum cukup bisa mengalami banyak kerugian baik dari sisi psikis, ekonomi, kesehatan, bahkan berimplikasi ke pendidikan mereka nih Sobat Remaja.

ilustrasi artikel 02 - Gemilang Sehat

Sayangnya, pernikahan anak di Indonesia masih dianggap wajar dan kasusnya terus bertambah setiap tahunnya.  Di tahun 2019 sendiri, angka perkawinan anak di Indonesia mencapai angka 10,82%.  Gak tanggung-tanggung nih, negara kita bahkan menempati peringkat ke 8 di dunia, dan peringkat ke-2 se ASEAN untuk angka perkawinan anak tertinggi (Yayasan PLAN Internasional, 2019).  Data Badan Pusat Statistik tahun 2018 menyebutkan 1 dari 9 perempuan dan 1 dari 100 laki-laki di Indonesia menikah sebelum berusia 18 tahun.  Capaian Indonesia dalam hal ini pastinya sama sekali bukan sebuah prestasi.

ilustrasi artikel 03 - Gemilang Sehat

Masalah pernikahan dini di Indonesia bisa dibilang sudah tahap darurat dan bukan lagi hal yang baru.  Meskipun aturan hukum yang tercantum di Undang-Undang No16 Tahun 2019 jelas-jelas menyebutkan usia minimal pernikahan yaitu 19 tahun, persoalan pernikahan anak masih belum juga bisa terselesaikan.  Pernikahan anak masih tetap bisa dilangsungkan dengan mengajukan permohonan dispensasi perkawinan dengan berbagai pertimbangan.  Bahkan di sepanjang tahun 2020, kasus pernikahan usia dini di berbagai daerah menunjukkan angka yang cukup fantastis.  Kalau di daerah Sobat Remaja gimana nih?

ilustrasi artikel 04 - Gemilang Sehat

Laporan Radar Lombok pada Agustus lalu menyebutkan sebanyak 148 pelajar SMA menikah selama pandemi Covid-19.  Sementara itu, BBC News Indonesia melaporkan, dalam kurun waktu Januari hingga Juli 2020 sebanyak 34.000 permohonan dispensasi perkawinan ke Badan Peradilan Agama Indonesia telah diajukan oleh teman-teman kita yang masih berusia dibawah 19 tahun (97% permohonan dikabulkan).  Jumlah sebanyak itu baru mewakili kasus yang terjadi di Indonesia saja Sobat Remaja.  Dalam cakupan global, UNFPA memperkirakan dampak pandemi ini akan mengakibatkan tambahan 30 juta kasus pernikahan anak selama 10 tahun kedepan.  Haduh, fantastis banget ya jumlahnya, Sobat Remaja.

Banyak yang menyebutkan kalau persoalan ekonomi menjadi faktor pemicu pernikahan dini, khususnya di kala pandemi seperti ini.  Tapi sebenernya, banyak faktor loh yang menyebabkan seorang anak memilih untuk menikah atau dinikahkan di usia yang masih belia.  Data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2018 menyebutkan anak yang tinggal di keluarga yang miskin dan berada di pedesaan lebih rentan terhadap pernikahan anak.  Selain itu, anak perempuan serta anak dengan tingkat pendidikan rendah juga dinilai lebih rentan terhadap pernikahan usia dini.  Umumnya faktor-faktor tersebut menjadi alasan dilangsungkannya pernikahan anak. Meskipun di tiap daerah faktor penyebabnya bisa saja berbeda-beda.

 

Lalu, kenapa sih pernikahan usia anak dilarang?

ilustrasi artikel 05 - Gemilang Sehat

Alasan pernikahan tidak dianjurkan untuk usia anak (dibawah 19 tahun) ya semata-mata karena usia tersebut dianggap belum siap untuk memasuki fase pernikahan dilihat dari banyak sisi.  Mulai dari kondisi tubuh anak yang belum siap untuk mengandung dan melahirkan, pendidikan dan keterampilan yang belum cukup, hingga kondisi psikis anak yang dianggap belum mampu menghadapi kehidupan setelah pernikahan.

Pernikahan usia anak juga terbukti lebih rentan terhadap perceraian. Dilansir dari Tirto.id,  pernikahan yang dilakukan oleh individu yang telah berumur 25 tahun  memiliki risiko perceraian 50% lebih kecil dibadingkan dengan usia dibawahnya.  Mereka yang menikah di usia dewasa cenderung memiliki kehidupan pernikahan yang lebih stabil dibandingkan dengan yang melakukan pernikahan di usia belia.  Hal ini karena seseorang dengan usia yang lebih muda biasanya belum memiliki cukup pengalaman dalam membangun hubungan yang serius, serta belum memiliki kemampuan kontrol emosi dan kestabilan finansial.

ilustrasi artikel 06 - Gemilang Sehat

Nah, belum matangnya perkembangan emosi remaja dan anak-anak ternyata bukan hanya bisa mengakibatkan perceraian nih Sobat Remaja.  Dikutip dari laporan BBC News, Owena Ardra dari Yayasan Plan Internasional Indonesia mengatakan bahwa hal ini bisa meningkatkan risiko kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).  Keterangan Owena tersebut diperkuat dengan adanya data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) di tahun 2015 yang menyebutkan bahwa kebanyakan kasus KDRT terjadi pada perempuan dan kebanyakan berada di kelompok usia 17 tahun kebawah.

ilustrasi artikel 07 - Gemilang Sehat

Selain KDRT dan perceraian dalam pernikahan, kehamilan pada anak dan remaja juga punya banyak banget risiko yang bisa ditimbulkan.  Risiko gangguan kesehatan pada kehamilan remaja dan anak ini gak main-main loh Sobat Remaja.  Menurut Desta Ayu Cahya Rosyida dalam bukunya yang berjudul Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita, tubuh remaja dinilai belum siap mengalami kehamilan karena rahim remaja dan sistem hormonalnya yang belum siap.   Selain itu, kematangan psikologi remaja untuk menghadapi kehamilan dan persalinan juga belum cukup.

Beberapa risiko kesehatan yang bisa ditimbulkan akibat kehamilan pada remaja diantaranya prolapsus uteri dan abortus atau kematian janin.  Kehamilan dini juga bisa memperpanjang usia reproduktif aktif yang bisa meningkatkan risiko penyakit kanker rahim.  Selain itu, publikasi  mengenai pernikahan dini yang disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), UNICEF, dan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA) menyebutkan  komplikasi saat hamil dan melahirkan adalah penyebab utama kematian perempuan di usia 16 hingga 19 tahun.

Menyoal pernikahan dini, penjelasan tadi baru mencakup risiko terhadap kesehatan dan keutuhan rumahtangga aja Sobat Remaja.  Selain itu, masih banyaaak banget dampak buruk yang dirasakan teman-teman remaja yang menikah di usia belia.  Anak dan remaja yang secara ‘prematur’ memasuki fase pernikahan bukan hanya kehilangan kesempatan untuk bermain layaknya anak seusianya, mereka juga bisa kehilangan kesempatan untuk memilih karir,  rencana masa depan, bahkan kesempatan untuk mengenyam pendidikan yang lebih baik.

Mimin sih cukup prihatin dan khawatir dengan banyaknya kasus pernikahan dini di Indonesia dan segala risikonya.  Nah Sobat Remaja, bantu mimim yuk menyuarakan dampak pernikahan usia anak ke teman-teman lainnya! Oh iya, jika Sobat Remaja mau bertanya tentang kesehatan reproduksi dan kesehatan mental remaja khususnya terkait pernikahan usia anak bisa ditanyain ke kakak-kakak konselor Sobat Ask di http://sobatask.id/servis  ya.

ilustrasi artikel 08 - Gemilang Sehat

Penulis: Naili Rahmah

Editor: Restri & Dewi

 

Glosarium :

Emosi : Keadaan serta reaksi psikologis dan fisiologis (Contoh : kemarahan, kekecewaan dsb.)

Pernikahan usia anak : Pernikahan yang dilakukan oleh seseorang yang belum dewasa (Menurut UU No 16 Tahun 2019, batas minimal pernikahan yang diperbolehkan adalah 19 tahun)

Prematur : Sebelum waktunya

Psikis; Psikologis : Yang berhubungan dengan kejiwaan

Prolapsus uteri : Kondisi ketika rahim keluar dari posisi seharusnya dan turun ke vagina.

 

Sumber :

Desta Ayu Cahya Rosyida. 2019. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Buku. Yogyakarta : Pustaka Baru. 224 halaman.

 

Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), UNICEF, dan Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak Universitas Indonesia (PUSKAPA). 2020. “Pencegahan Perkawinan Anak: Percepatan yang Tidak Bisa Ditunda. Publikasi Laporan. 71 halaman.

 

UNFPA. 2020. Impact of the COVID-19 Pandemic on Family Planning and Ending Gender-based Violence, Female Genital Mutilation and Child Marriage. Interim Technical Note. 7 halaman.

 

https://kbbi.kemdikbud.go.id/

https://www.alodokter.com/

https://tirto.id/pernikahan-dini-kawin-tua-kapan-usia-menikah-ideal-fvks

https://plan-international.or.id/plan-indonesia-produksi-film-stop-perkawinan-anak/

 

https://radarlombok.co.id/pandemi-corona-148-pelajar-sma-menikah.html

 

https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-53719619

 

https://mediaindonesia.com/read/detail/71508-pernikahan-dini-rentan-picu-kdrt

Ingin Mendapatkan Kabar Terbaru dari Kami?

Berlangganan Nawala Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Logo Yayasan Gemilang Sehat Indonesia - Full White

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) merupakan lembaga non-profit atau NGO yang bekerja di Indonesia sejak 1997 untuk isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS). Kami percaya bahwa seksualitas dan kesehatan reproduksi manusia harus dilihat secara positif tanpa menghakimi dan bebas dari kekerasan.

Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.