LGBT. Topik yang sensasional, kontroversial, tapi enggak banyak dipahami masyarakat. Banyak mitos yang berseliweran tentang LGBT, termasuk tentang kelompok yang disebut terakhir: trans.
Bagi yang belum tahu, trans adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang identitas gendernya enggak sama dengan alat kelaminnya saat lahir. Misalnya, seseorang yang lahir dengan penis namun merasa dirinya adalah perempuan disebut waria (transwoman). Sebaliknya, seseorang yang lahir dengan vagina namun merasa dirinya laki-laki disebut priawan (transman).
Beberapa waktu lalu, SobatASK mengobrol dengan Alexa, seorang waria asal Jakarta yang saat ini bekerja sebagai aktivis, untuk mencari tahu tiga mitos paling umum soal trans. Jadi, apa saja mitosnya?
1. MITOS: Seseorang menjadi waria karena tuntutan ekonomi.
“Waria itu identitas gender, bukan profesi,” ucap Alexa. “Sebagian besar waria berprofesi sebagai pengamen dan pekerja seks karena secara sistem komunitas waria dimiskinkan oleh negara.” Dimiskinkan? Maksudnya gimana?
“Sebagian besar waria tidak menyelesaikan pendidikannya di bangku sekolah karena sering mendapat bullying dari teman, bahkan gurunya.” Jelas Alexa. “Mereka juga mendapat penolakan dan tindakan kekerasan dari keluarga sehingga terpaksa keluar dari rumah dan hidup mandiri. Karena tidak memiliki ijazah dan keterampilan, akhirnya sebagian besar waria memilih berprofesi sebagai pekerja seks, pengamen, atau di salon.”
2. MITOS: “Waria harus berpenampilan feminin, berambut panjang, dan kemayu.
Ternyata enggak semua waria berpenampilan feminin. “Identitas gender enggak ada kaitannya dengan ekspresi gender. Banyak waria juga yang berpenampilan maskulin dan androgin.” Pada dasarnya, seorang waria merasa identitas gendernya adalah perempuan. Enggak semua perempuan pasti pakai rok, lemah lembut, dan berambut panjang juga, kan?
3. MITOS: Menjadi waria itu cuma tren. Nanti juga dia bisa mengubah penampilannya.
“Waria adalah suatu kondisi di mana seseorang mengidentifikasi dirinya sebagai gender tertentu tanpa melihat organ biologisnya,” ucap Alexa. “Kaitannya dengan kenyamanan seseorang: kamu merasa dirimu seperti apa? Peran gender seperti apa yang kamu pilih?”
Waria dan priawan pasti punya fase di mana mereka bereksperimen dan mencoba mencari jati dirinya sendiri–sama seperti semua orang. Namun, banyak waria dan priawan yang sudah nyaman dengan dirinya sendiri dan enggak bakal “berubah” semudah membalikkan telapak tangan. “Banyak waria sudah memiliki konsep penerimaan diri dan tetap menjadi dirinya sendiri sampai usia lanjut atau meninggal,” tutup Alexa.
Masih punya pertanyaan soal LGBT? Jangan ragu-ragu untuk ngobrol dengan kami lewat kolom komentar, atau di media sosial kami ya. ☺