Bagikan Artikel ini
SobatASK - Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Kamu Gak Sendirian!

5 Hal yang Mendiskriminasi Disabilitas

Sebelumnya, SobatASK sempat ngobrol soal mitos tentang disabilitas. Salah satu cerita yang paling mengesalkan adalah bagaimana perempuan tunarungu yang jadi korban kekerasan seksual malah ditertawakan oleh polisi saat melapor. Alasannya? Gestur dan mimik wajahnya saat berkomunikasi dianggap lucu.

Itu bukan satu-satunya bentuk diskriminasi terhadap penyandang disabilitas–yang istilahnya ableism. Kita bisa mendiskriminasi penyandang disabilitas lewat hal-hal kecil yang kita lakukan di keseharian. Seperti hal-hal di bawah ini.

 

1. Enggak memberi fasilitas umum apa pun selain akses kursi roda.

Jembatan penyeberangan yang bentuknya hanya tangga tanpa jalur kursi roda itu sudah jelas-jelas mendiskriminasi penyandang disabilitas. Solusinya, mulai banyak fasilitas umum seperti gedung, jembatan, dan aula yang memberi akses pada kursi roda. Beres?

Enggak juga. Akses kursi roda bukan satu-satunya perbaikan yang dibutuhkan untuk membuat fasilitas umum lebih nyaman bagi penyandang disabilitas. Ada pilihan huruf Braille untuk setiap materi baca (huruf yang digunakan tunanetra untuk membaca), adanya penerjemah bahasa isyarat di acara-acara publik, tersedianya toilet khusus penyandang disabilitas, dan anjing penuntun untuk tunanetra. Semua itu adalah tambahan-tambahan penting pada fasilitas umum yang diperlukan supaya kita enggak mendiskriminasi penyandang disabilitas.

 

2. Menggunakan bahasa yang enggak ramah disabilitas.

Beberapa istilah sehari-hari yang kita pakai sebenarnya enggak ramah disabilitas–apalagi kalau dipakai sembarangan. Mulai dari selorohan semacam “Wah, autis lo!” atau menghardik orang dengan bilang “Jangan kayak orang gila!”, ucapan-ucapan seperti itu secara enggak sadar membuat kita terbiasa memojokkan penyandang disabilitas.

 

3. Memakai fasilitas yang harusnya digunakan penyandang disabilitas.

Hayo ngaku: kamu pernah enggak memakai kamar mandi yang khusus penyandang disabilitas kalau di mall? Atau duduk nongkrong dan menuh-menuhin jalur akses kursi roda? Atau memaksa menaiki lift saat kamu tahu liftnya sudah penuh, dan di luar ada orang yang pakai kursi roda atau tongkat? Atau duduk di tempat duduk prioritas di kereta commuter line?

Memakai fasilitas yang dikhususkan untuk penyandang disabilitas atau enggak berbagi fasilitas dengan penyandang disabilitas, adalah salah satu bentuk ableism yang paling menyebalkan–namun paling sering dilakukan!

 

4. Berasumsi penyandang disabilitas enggak bisa apa-apa.

Nah ini satu hal yang agak licin. Kita suka ujug-ujug nawarin bantuan pada penyandang disabilitas – seolah-olah mereka anak kecil yang enggak bisa melakukan apa-apa. Memang benar bahwa kamu enggak boleh mendiskriminasi penyandang disabilitas, tapi kamu juga enggak perlu memanjakan mereka secara berlebihan. Biasa saja lah.

 

5. Mengira semua disabilitas itu kelihatan dari luar.

Kita suka bingung kalau ada orang yang dari luar kelihatannya baik-baik saja, tapi ternyata dia penyandang disabilitas. Padahal, penyandang disabilitas bukan cuma tunarungu, tunadaksa, atau tunanetra. Teman-teman tunagrahita yang mengalami gangguan kejiwaan juga termasuk penyandang disabilitas. Banyak gangguan kejiwaan tidak tampak langsung dari luar, namun tetap nyata dan mereka hadapi sehari-hari.

Anak dan orang berkebutuhan khusus, seperti penyandang autisme, ADHD, hiperaktivitas, dan berbagai kondisi lainnya juga enggak akan terlihat seperti penyandang disabilitas dari luar. Disabilitas itu beragam, lho.

Intinya, manusia itu beragam. Keuntungan dan kesulitan yang mereka hadapi sehari-hari juga beragam. Penyandang disabilitas juga manusia yang bisa galau, bisa sekolah, bisa bekerja, bisa nongkrong, bisa naksir sama orang, dan–ini paling penting–berhak melapor kalau jadi korban kekerasan seksual tanpa ditertawai polisi karena mimiknya dianggap lucu oleh mereka.

 

 

Disadur dari:
everydayfeminism.com/2015/08/6-common-forms-of-ableism/

 

Sumber foto:
abc.net.au

Ingin Mendapatkan Kabar Terbaru dari Kami?

Berlangganan Nawala Yayasan Gemilang Sehat Indonesia

Logo Yayasan Gemilang Sehat Indonesia - Full White

Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) merupakan lembaga non-profit atau NGO yang bekerja di Indonesia sejak 1997 untuk isu Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR), serta pencegahan Kekerasan Berbasis Gender dan Seksual (KBGS). Kami percaya bahwa seksualitas dan kesehatan reproduksi manusia harus dilihat secara positif tanpa menghakimi dan bebas dari kekerasan.

Keranjang
  • Tidak ada produk di keranjang.