[responsivevoice_button voice=”Indonesian Female” buttontext=”DENGAR”]
Antara tahun 2010-2014, lebih dari 32 ribu perempuan di Indonesia mengalami kehamilan tak diinginkan alias KTD. Korban KTD bukan cuma perempuan yang sudah menikah, tapi juga anak muda, bahkan yang masih duduk di bangku sekolah, juga termasuk korban.
Menghadapi KTD jelas enggak gampang. Tapi, kira-kira apa yang perlu kamu lakukan kalau kamu menjadi korban kehamilan yang tak diinginkan?
Periksa Kesehatan… Segera
Tidak ada opsi lain selain mengunjungi klinik atau dokter terdekat. Pertama, kamu perlu memastikan bahwa kamu benar-benar hamil, dan kamu harus tahu kondisi kesehatan janin kamu. Selain itu, kamu juga harus tahu berapa usia kehamilanmu, dan pilihan apa saja yang bisa kamu ambil.
Tambahan yang penting: karena kamu mengalami kehamilan yang tak diinginkan, sudah tentu kamu dan pasanganmu melakukan hubungan seks tanpa kondom. Nah, para pembaca setia SobatASK.net tahu dong apa risiko berhubungan seks tanpa pengaman?
Betul, terkena infeksi seksual menular. Kamu perlu tes kesehatan untuk memastikan bahwa kamu tidak terkena infeksi dan tidak ada komplikasi untuk kandunganmu.
Cari Konselor
Setelah kamu memeriksakan kesehatan medis kamu, langkah berikutnya adalah memeriksakan kesehatan jiwamu. Ini serius, lho, omong-omong. Hamil bukan hal yang sepele. Apalagi kalau kamu mengalami kehamilan yang tak diinginkan. Kamu (dan pasanganmu) pasti panik dan bingung harus ngapain.
Selain minta saran ke orang terdekat (ini akan kita bahas lagi di poin ketiga), kamu juga perlu ngobrol dengan konselor. Konselor ini bisa jadi teman curhat kamu kalau kamu stres, membantu kamu menimbang pilihan apa saja yang bisa kamu ambil sekarang, dan membimbing kamu dalam menemukan penyelesaian untuk berbagai masalah yang mungkin perlu kamu hadapi.
Cek artikel berikut: “3 Klinik yang Bisa Kamu Datangi Kalau Jadi Korban KDP”
Beritahu ke Orang Tua
Iya, sayangnya ini perlu dilakukan. Pilih momen yang tepat, dan saat kamu harus memulai percakapan, lakukan dengan jujur dan tanpa bertele-tele. Kamu pasti takut pada reaksi mereka. Tapi, terutama kalau kamu masih sekolah, kamu perlu bantuan mereka. Kamu (dan pasanganmu) tak bisa dan tak perlu melakukan semuanya sendirian.
Bersiaplah untuk menghadapi reaksi dari mereka. Bersiaplah untuk dimarahi. Tapi, ingat selalu: mereka sama takut dan bingungnya seperti kamu. Beri waktu sampai keadaan jadi lebih dingin, dan cari solusi bersama.
Bangun Jejaring Pendukung
Kamu perlu teman curhat dan orang-orang di sekitarmu yang bisa memberi dukungan positif. Kamu bisa bercerita pada orang terdekat seperti sahabat, kakak, atau orang tua. Kalau perlu, kamu bisa mengobrol dengan konselor seperti yang kami tulis di poin kedua. Tugas mereka bukan untuk menjadi “tong sampah” bagi emosimu, tapi supaya kamu tidak merasa sendirian.
Cari Tahu Apa Saja Pilihanmu dan Ambil Keputusan
Pada akhirnya, kamu harus duduk dengan konselor, petugas medis, orang tuamu, dan mengambil keputusan. Seringkali, ada tiga pilihan bagi korban KTD: mempertahankan dan membesarkan bayi tersebut sendiri/dengan pasangan, melakukan pengguguran atau aborsi, mengizinkan orang lain mengadopsi/menjadi orang tua angkat bayi tersebut. Sayangnya, di Indonesia mekanisme hukum untuk adopsi belum kuat, sehingga kebanyakan orang di Indonesia hanya bisa mempertahankan bayi atau melakukan aborsi (ini pun enggak gampang). Meskipun begitu, kamu sebenarnya bisa saja “menitipkan” bayi itu pada orang tua atau saudaramu yang menurutmu lebih siap membesarkan bayi tersebut.
Tapi ingat: semua keputusan di atas ada konsekuensinya. Membesarkan bayi sendiri enggak mudah. Kamu harus punya kedewasaan yang cukup untuk membina keluarga, dan harus punya kesiapan finansial untuk membiayai keluargamu. Kamu tidak bisa memulai keluarga dengan hanya bermodal cinta dan nekat. Akan tiba saat-saat tertentu di mana kamu harus mendahulukan kepentingan bayimu ketimbang kepentingan dirimu sendiri. Apakah kamu siap untuk komitmen segede itu?
Melakukan aborsi juga enggak semudah membalikkan telapak tangan. Secara hukum, aborsi hanya diperbolehkan bagi korban pemerkosaan atau dalam kondisi medis darurat. Belum lagi, melakukan aborsi tidak aman bisa berisiko trauma psikologis, berbahaya bagi kesehatan tubuhmu, dan bahkan berujung pada kematian. Sementara, tak semua klinik menyediakan pilihan untuk aborsi aman.
Menitipkan anak pada orang tua angkat dan saudara juga tidak sesederhana itu. Apakah kamu kenal baik dengan calon orang tua angkat tersebut? Seperti apa kesepakatan kalian? Apakah kamu dan pasanganmu nanti boleh tetap berhubungan dengan anakmu? Apakah mereka sendiri siap secara mental dan finansial untuk membesarkan anakmu?
Kamu bisa mengobrol pada orang tuamu, pada konselormu, dan pada pasanganmu soal ini. Intinya, tak satupun keputusan di atas bisa diambil dengan mudah. Semuanya punya keuntungan dan risikonya masing-masing. Jangan terburu-buru, ambil keputusan yang bijak.
Rencanakan Masa Depanmu
Jangan pernah lupa satu hal: masa depanmu masih panjang. Kamu masih punya banyak kesempatan untuk meraih mimpimu dan mewujudkan cita-citamu.
Apa pun keputusan yang kamu ambil, terus kejar cita-cita setinggi-tingginya. Dalam beberapa kasus, remaja yang mengalami KTD dikeluarkan dari sekolah. Dalam kasus lain, korban KTD sengaja mengeluarkan diri dari sekolah karena tak tahan jadi korban bullying oleh teman-teman sekelasnya. Kedua skenario ini sama-sama patut disayangkan, namun nyata dan betul-betul dihadapi oleh banyak orang.
Jangan khawatir, masih ada solusi. Sekarang ini, ada banyak sekali guru pribadi yang bisa memberi kamu pendidikan dari rumah atau sekolah yang menyediakan pelajaran secara online. Bahkan, kamu bisa menemukan sekolah yang lebih terbuka dan lebih mau menerima murid apa pun latar belakangnya. Semepet-mepetnya, kamu tetap bisa lulus SMA melalui jalur Paket C, kok.
Intinya, pilihannya ada banyak. Benar, kehamilan yang kamu alami bukan hal yang mudah dihadapi. Tapi, kamu orang yang kuat. Hamil sebelum waktunya bukan akhir dunia. Jalan yang terbentang di depanmu masih panjang.
Semoga beruntung!