Sobat ASK, pernahkah kamu mendengar kata feminin? Atau maskulin? Apa yang pertama kali tersirat di pikiranmu ketika mendengar kedua istilah tersebut? Konstruksi maskulinitas dan feminitas adalah salah satu topik yang sedang hangat diperbincangkan, terutama ketika kita berbicara tentang bagaimana masyarakat mempengaruhi pemahaman kita tentang jenis kelamin dan peran sosial kita.
Apa sih yang dimaksud dengan maskulinitas dan feminitas? Bagaimana konsep-konsep ini mempengaruhi kita saat kita tumbuh dewasa? Yuk, kita pelajari.
Pertama, mari kita definisikan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan maskulinitas dan feminitas. Secara umum, maskulinitas dan feminitas adalah serangkaian norma dan harapan yang diberikan masyarakat untuk laki-laki dan perempuan.
Maskulinitas mengacu pada sifat, karakteristik, dan perilaku yang sering dilekatkan masyarakat dengan laki-laki sedangkan
feminitas adalah sifat, karakteristik, dan perilaku yang sering diidentifikasi dengan perempuan. Konstruksi maskulinitas dan feminitas cenderung didasarkan pada norma-norma sosial dan budaya tertentu yang dapat berbeda di berbagai masyarakat dan dari waktu ke waktu
Konstruksi ini mencakup berbagai hal, mulai dari penampilan fisik, minat dan bakat, hobi, dan masih banyak lagi. Yuk, kita bahas
Salah satu stereotip yang sering kita temui adalah warna biru identik dengan laki-laki. Ini adalah tradisi lama yang menyatakan bahwa biru adalah warna yang “kuat” dan “maskulin.” Di sisi lain, perempuan dikonstruksikan identik dengan warna pink. Padahal, warna hanyalah warna dan minat seseorang terhadap warna juga berbeda-beda tergantung selera masing-masing. Jadi kamu perlu ingat nih, warna biru dan pink sama sekali tidak menentukan seberapa maskulin atau feminin seseorang.
Laki-laki sering dianggap harus menyukai permainan bola, seperti sepak bola atau basket sedangkan perempuan denganboneka atau bunga. Tetapi, tidak semua laki-laki tertarik pada permainan bola dan tidak semua perempuan tertarik dengan boneka. Perempuan boleh kok menyukai olahraga basket atau bola dan laki-laki juga berhak memilih permainan lain yang kamu suka!
Konstruksi maskulinitas sering melekatkan ketegasan, ketangguhan, dan logika pada laki-laki. Sedangkan, pada konstruksi feminitas, perempuan diharapkan menjadi lemah, lembut, dan sangat bertumpu pada perasaan. Padahal, karakter setiap orang itu berbeda loh. Banyak perempuan yang cerdas, tegas, dan tangguh. Begitu pula dengan laki-laki, tidak ada salahnya memiliki karakter yang lemah lembut dan mengekspresikan perasaanmu. Setiap karakter positif berhak dimiliki oleh semua ragam gender.
Konstruksi feminitas dan maskulinitas yang ada di masyarakat juga terbawa pada harapan karir laki-laki dan perempuan. Mungkin kamu pernah mendengar bahwa fakultas teknik dipenuhi oleh laki-laki sedangkan tempat perempuan ada di fakultas kesehatan atau pendidikan. Nah, semua itu adalah stereotip yang sudah usang, yah!
Setiap individu memiliki minat dan bakat yang berbeda-beda, dan kita boleh mengejar karir yang sesuai dengan minat dan bakat mereka, tanpa memandang jenis kelamin. Jadi, jangan ragu untuk menggantungkan cita-citamu setinggi langit, yah!
Sobat ASK, tidak ada satu cara yang benar atau salah untuk menjadi laki-laki atau perempuan. Dengan memahami bahwa konstruksi maskulinitas dan feminitas adalah konsep yang fleksibel, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan menerima perbedaan. Setiap individu adalah campuran unik dari sifat-sifat dan minat yang berbeda. Oleh karena itu, jangan biarkan stereotip tentang jenis kelamin menghambat kamu dari mengejar impian dan minat kamu, yah!